Masalah Tak Kunjung Usai, Pionir Fintech P2P Lending Investree Akhirnya Runtuh



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelopor atau pionir fintech peer to peer (P2P) lending, PT Investree Radhika Jaya (Investree) yang mulai beroperasi pada Mei 2016 dan resmi terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sejak 31 Mei 2017 pada akhirnya harus runtuh. Sebab, OJK resmi mencabut izin usaha perusahaan yang didirikan oleh Adrian Gunadi tersebut pada 21 Oktober 2024.

Plt. Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK Ismail Riyadi menerangkan keputusan itu tertuang dalam Keputusan Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-53/D.06/2024 tanggal 21 Oktober 2024.

"Mencabut izin usaha Investree yang beralamat di AIA Central Lantai 21, Jalan Jenderal Sudirman Kav. 48A, RT05/RW04, Karet Semanggi, Jakarta Selatan," ungkapnya dalam keterangan resmi, Senin (21/10).


Ismail menerangkan pencabutan izin usaha Investree terutama karena melanggar ekuitas minimum dan ketentuan lainnya sebagaimana diatur dalam POJK Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau fintech lending, serta kinerja yang memburuk yang mengganggu operasional dan pelayanan kepada masyarakat.

Dia bilang pencabutan izin usaha tersebut juga merupakan bagian dari upaya OJK untuk mewujudkan industri jasa keuangan yang sehat, khususnya penyelenggara LPBBTI yang berintegritas, memiliki tata kelola yang baik dan menerapkan manajemen risiko yang memadai dalam rangka perlindungan nasabah/masyarakat.

"OJK telah meminta Pengurus dan Pemegang Saham Investree untuk melakukan pemenuhan kewajiban ekuitas minimum, mendapatkan strategic investor yang kredibel, dan upaya perbaikan kinerja serta pemenuhan terhadap ketentuan yang berlaku, termasuk juga melakukan komunikasi dengan ultimate beneficial owner (UBO) Pemegang Saham Investree untuk melakukan hal-hal dimaksud," tuturnya.

Sejalan dengan hal tersebut, Ismail menyampaikan OJK juga telah mengambil tindakan tegas dengan memberikan sanksi administratif secara bertahap terhadap Investree, antara lain Sanksi Peringatan sampai dengan Pembatasan Kegiatan Usaha (PKU) sebelum dilakukan Pencabutan Izin Usaha.

Namun, hingga batas waktu yang telah ditentukan, Ismail bilang pengurus dan pemegang saham tidak mampu memenuhi ketentuan dan menyelesaikan permasalahan tersebut, sehingga Investree dikenakan sanksi Pencabutan Izin Usaha sesuai ketentuan yang berlaku.

Awal Mula Penyebab Masalah Investree

Bukan tanpa sebab OJK mencabut izin usaha Investree, permasalahan gagal bayar yang muncul sejak beberapa tahun terakhir jadi faktor utama sang pionir runtuh. Atas hal itu, induk Investree, Investree Singapore Pte. Ltd., bahkan sempat memutuskan untuk mencopot Adrian Gunadi dari jabatannya sebagai Direktur Utama pada akhir Januari 2024. 

Seusai keputusan itu, Investree Singapore Pte. Ltd. juga sempat mengumumkan akan mengambil langkah untuk menyelesaikan permasalahan gagal bayar yang terjadi di Investree. Salah satunya, dengan menyuntikkan modal baru dari investor dan restrukturisasi. Namun, hal itu tak kunjung terealisasi.

Pada Mei 2023, Kontan sempat bertemu langsung dengan Adrian Gunadi dan dia mengatakan salah satu penyebab borrower tak bisa mengembalikan dana pinjaman karena bisnis mereka terdampak pandemi Covid-19. Oleh karena itu, dia bilang butuh waktu bagi Investree untuk mengatasi permasalahan gagal bayar.

"Jujur, ada beberapa debitur yang pailit/PKPU, ya, tahu sendiri proses PKPU di Indonesia itu panjang, kan. Informasi itu yang selalu kami berikan kepada lender dengan e-mail dan sebagainya," ucap dia kepada Kontan, Kamis (11/5).

Adrian mengatakan ada beberapa lender yang tak bisa menerima penjelasan tersebut. Terkait penanganan gagal bayar, Adrian mengatakan Investree akan melihat terlebih dahulu si peminjam kooperatif atau tidak. Kalau kooperatif, bisa dilakukan restrukturisasi atau menarik panjang batas pengembalian biaya. Apabila tak kooperatif, Investree bisa menempuh jalur hukum.

"Dampaknya, lender harus memahami itu. Dia menyebut ada juga yang tak bisa sabar meski mengetahui UMKM yang dibiayai sedang recovery dari dampak pandemi Covid-19," tuturnya.

Selain itu, Adrian juga sempat menyatakan telatnya pembayaran saat itu, salah satunya disebabkan 5 perusahaan besar yang mengalami gagal bayar. Dia saat itu mengungkapkan ada 5 borrower besar yang mengalami gagal bayar, yang terdiri dari perusahaan BUMN, hingga multi nasional. Mereka bergerak di sektor tekstil dan garmen, transportasi dan logistik, minyak dan gas, penyediaan komputer, dan sektor konstruksi.

"Kalau dilihat, mereka adalah borrower yang memang sebenarnya sudah atau pernah didanai bersama Investree, bahkan ada yang dari 2014 dan performanya mereka bagus," ujarnya.

Adrian menyebut 5 perusahaan besar meminjam dana dengan nilai Rp 200 juta hingga hampir Rp 2 miliar. Dia juga mengungkapkan rata-rata pendanaan tersebut didanai lebih dari 50% oleh para lender ritel. Pada akhirnya, para lender tak kunjung menerima pengembalian dana hingga akhirnya Investree dicabut izin usaha. 

Salah satu lender Investree Dessy Andiwijaya mengaku belum mendapatkan kabar pasti dari Investree terkait masalah gagal bayar. Adapun Dessy menaruh dananya di Investree senilai Rp 74 juta.

"Investree belum ada kabar lagi sampai sekarang," ujarnya kepada Kontan.

Digugat Lender

Permasahan gagal bayar Investree yang tak kunjung selesai, ternyata membuat para lender geram. Alhasil, penyelesaian masalah lewat jalur hukum menjadi pilihan yang diambil para lender.

Jika ditarik ke belakang, berdasarkan data di SIPP Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, gugatan ke-1 terhadap Investree muncul pada akhir tahun lalu dengan nomor perkara 1177/Pdt.G/2023/PN JKT.SEL (wanprestasi), yang terdaftar pada 5 Desember 2023 di PN Jakarta Selatan. Adapun lender yang menggugat berjumlah 9 orang dengan nilai kerugian Rp 1,08 miliar.

Gugatan ke-2 dengan nomor perkara 43/Pdt.G/2024/PN JKT.SEL (wanprestasi) yang didaftarkan pada 11 Januari 2024. Jumlah lender atau penggugat sebanyak 16 orang dengan nilai kerugian Rp 1 miliar.

Gugatan ke-3 dengan nomor perkara 123/Pdt.G/2024/PN JKT.SEL (wanprestasi), yang didaftarkan pada 31 Januari 2024. Jumlah lender atau penggugat sebanyak 9 orang dengan nilai kerugian Rp 2,25 miliar.

Selain itu, gugatan ke-4 dengan nomor perkara 210/Pdt.G/2024/PN JKT.SEL (wanprestasi), yang didaftarkan pada 26 Februari 2024. Tercatat ada 11 lender sebagai penggugat dengan nilai kerugian Rp 1,98 miliar.

Gugatan ke-5 dengan nomor perkara 301/Pdt.G/2024/PN JKT.SEL (wanprestasi) yang terdaftar pada 26 Maret 2024. Jumlah lender atau penggugat 13 orang dengan nilai kerugian Rp 2 miliar.

Gugatan ke-6 terdaftar pada 16 April 2024 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor perkara 341/Pdt.G/2024/PN JKT.SEL (wanprestasi). Adapun 1 lender sebagai penggugat dengan nilai gugatan perkara tersebut sebesar Rp 1,4 miliar. 

Gugatan ke-7 terdaftar pada 29 April 2024 dengan nomor perkara 385/Pdt.G/2024/PN JKT.SEL (wanprestasi). Tercatat, ada 1 penggugat dengan nilai gugatannya sebesar Rp 1,55 miliar.

Gugatan ke-8 terdaftar pada 6 Mei 2024 dengan nomor perkara 411/Pdt.G/2024/PN JKT.SEL (perbuatan melawan hukum). Tercatat, ada 2 penggugat dengan nilai gugatannya sebesar Rp 254,29 miliar.

Gugatan ke-9 terdaftar pada 8 Mei 2024 dengan nomor perkara 426/Pdt.G/2024/PN JKT.SEL (perbuatan melawan hukum). Tercatat, ada 2 penggugat dengan nilai gugatannya sebesar Rp 19,58 miliar.

Gugatan ke-10 terdaftar pada 20 Mei 2024 dengan nomor perkara 460/Pdt.G/2024/PN JKT.SEL (wanprestasi). Tercatat, ada 10 penggugat dengan nilai gugatannya sebesar Rp 1,67 miliar.

Gugatan ke-11 terdaftar pada 12 Agustus 2024 dengan nomor perkara 812/Pdt.G/2024/PN JKT.SEL (wanprestasi). Tercatat, ada 1 penggugat dengan nilai gugatannya sebesar Rp 1,26 miliar.

Gugatan ke-12 terdaftar pada 12 September 2024 dengan nomor perkara 938/Pdt.G/2024/PN JKT.SEL (wanprestasi). Tercatat, ada 14 penggugat dengan nilai gugatannya sebesar Rp 2,58 miliar.

Sementara itu, tercatat juga Investree menggugat Adrian Gunadi yang terdaftar pada 25 September 2024 dengan nomor perkara 1002/Pdt.G/2024/PN JKT.SEL (perbuatan melawan hukum). Disebutkan PT Putra Radhika Investama dan PT Mandiri Bintang Gemilang menjadi Turut Tergugat dalam perkara tersebut. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Sulistiowati