JAKARTA. Pemerintah diminta menyelesaikan masalah ketersediaan dan tingkat harga tanah yang sangat melonjak guna mengatasi persoalan "backlog" (kekurangan rumah). "Sebesar apapun dana yang disediakan tidak akan berjalan bila masalah tanah belum terselesaikan," kata Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu (24/1). Menurut Ali, saat ini pihak pengembang swasta kesulitan mencari tanah murah untuk dibangun rumah yang sesuai dengan standar harga pemerintah yang disubsidi oleh pemerintah. Untuk itu, ujar dia, pihak swasta jangan dibiarkan sendiri tanpa ada bantuan dari pemerintah dan tanpa arahan yang jelas dari pemerintah. Ia mengingatkan bahwa pemerintah saat ini dinilai masih belum mempunyai cetak biru rencana perumahan yang jelas padahal jumlah "backlog" diperkirakan telah mencapai lebih dari 15 juta unit. "Saat ini pengembang swasta masih menjadi gantungan pemerintah untuk membangun rumah murah, malah pemerintah hampir dikatakan tidak membangun rumah murah dan diserahkan ke swasta," katanya. Sebelumnya, Indonesia Property Watch menyatakan, harga tanah yang terus melonjak didorong oleh mekanisme pasar tanpa adanya intervensi dari pemerintah guna mengendalikan harga tanah dinilai bakal menghambat pembangunan perumahan rakyat. "Harga tanah saat ini semakin melambung dan tidak ada instrumen pemerintah yang dapat mengendalikan harga tanah. Baik tanah untuk segmen bawah sampai atas naik tidak terkendali," ujar Ali. Ia menegaskan, dengan pembentukan lembaga seperti bank tanah maka pemerintah dapat mematok harga sesuai kebutuhan pembangunan rumah rakyat. Menurut dia, selama ini besaran kenaikan harga properti di Indonesia masih sangat dipengaruhi oleh kemauan pengembang untuk menaikan harga karena karakteristik pasar properti yang ada lebih ditentukan sisi pasokan dan bukan sisi permintaan. Selain itu, lanjutnya, pengembang akan terus menaikkan harga di saat permintaan sedang tinggi dan tidak ada instrumen yang bisa mengendalikan harga properti sampai harga yang dipatok mengakibatkan pasar jenuh. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Masalah tanah jadi pemicu 'backlog' rumah
JAKARTA. Pemerintah diminta menyelesaikan masalah ketersediaan dan tingkat harga tanah yang sangat melonjak guna mengatasi persoalan "backlog" (kekurangan rumah). "Sebesar apapun dana yang disediakan tidak akan berjalan bila masalah tanah belum terselesaikan," kata Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu (24/1). Menurut Ali, saat ini pihak pengembang swasta kesulitan mencari tanah murah untuk dibangun rumah yang sesuai dengan standar harga pemerintah yang disubsidi oleh pemerintah. Untuk itu, ujar dia, pihak swasta jangan dibiarkan sendiri tanpa ada bantuan dari pemerintah dan tanpa arahan yang jelas dari pemerintah. Ia mengingatkan bahwa pemerintah saat ini dinilai masih belum mempunyai cetak biru rencana perumahan yang jelas padahal jumlah "backlog" diperkirakan telah mencapai lebih dari 15 juta unit. "Saat ini pengembang swasta masih menjadi gantungan pemerintah untuk membangun rumah murah, malah pemerintah hampir dikatakan tidak membangun rumah murah dan diserahkan ke swasta," katanya. Sebelumnya, Indonesia Property Watch menyatakan, harga tanah yang terus melonjak didorong oleh mekanisme pasar tanpa adanya intervensi dari pemerintah guna mengendalikan harga tanah dinilai bakal menghambat pembangunan perumahan rakyat. "Harga tanah saat ini semakin melambung dan tidak ada instrumen pemerintah yang dapat mengendalikan harga tanah. Baik tanah untuk segmen bawah sampai atas naik tidak terkendali," ujar Ali. Ia menegaskan, dengan pembentukan lembaga seperti bank tanah maka pemerintah dapat mematok harga sesuai kebutuhan pembangunan rumah rakyat. Menurut dia, selama ini besaran kenaikan harga properti di Indonesia masih sangat dipengaruhi oleh kemauan pengembang untuk menaikan harga karena karakteristik pasar properti yang ada lebih ditentukan sisi pasokan dan bukan sisi permintaan. Selain itu, lanjutnya, pengembang akan terus menaikkan harga di saat permintaan sedang tinggi dan tidak ada instrumen yang bisa mengendalikan harga properti sampai harga yang dipatok mengakibatkan pasar jenuh. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News