Masih Banyak Perda Legalkan Illegal Logging



JAKARTA. Kasus pembalakan liar atau illegal logging masih terus berlangsung di berbagai daerah. Salah satu penyebabnya, banyak Peraturan Daerah (Perda) yang menyimpang dari Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Perda ini menjadi dasar bagi para pengusaha untuk mendapatkan ijin pemanfaatan kayu.

Markas Besar Kepolisian RI mengaku sudah mengirimkan surat pada Presiden RI mengenai modus pembalakan liar yang berlindung dibalik perda ini.

Melalui surat itu, polisi berharap Presiden menginstruksikan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) untuk memerintahkan kepada kepala daerah seperti Gubernur dan Bupati untuk meninjau kembali Perda yang menjadi dasar ijin pemanfaatan kayu ini. "Contoh kasus adanya Perda ini di Papua," ujar Mafhud Arifin Wakil Direktur Tindak Pidana Tertentu Mabes Polri dalam sebuah diskusi soal pembalakan liar, Selasa (29/6).


Di Papua, menurut Mafhud, ada Perda yang memperbolehkan pengiriman hasil hutan berupa kayu sebanyak 50 meter kubik per tahunnya. Perda ini kemudian dimanfaatkan para cukong kayu untuk bisa membeli hasil tebangan dari masyarakat. Parahnya, para cukong kayu ini mengirim kayu melebihi batas yang ditetapkan dalam aturan.

Selain itu, polisi juga menemukan adanya modus yang dilakukan oleh aparat daerah dengan memberikan ijin pembukaan lahan untuk membabat hasil hutan tanpa melalui penatausahaan hasil hutan yang benar. Hasil pembabatan hutan ini tidak diolah tetapi dijual kepada para cukong kayu.

Direktur Penyidikan dah Perlindungan Hutan Kementerian Kehutanan, Awriya Ibrahim, mengatakan, para pembuat Perda ini bisa dikenakan pidana. Tindakan para pejabat daerah ini memang akan terus disisir supaya tidak ada lagi kebijakan yang melegalkan illegal logging. "Ini yang akan kita tindak terus," ujarnya.

Anggota Satgas Pemberantasan Mafia Hukum Mas Achmad Santosa mengatakan terbitnya Perda yang menghalalkan illegal logging ini sudah berlangsung lama. Penerbitan ijin banyak dibekingi yang datang dari pusat seperti politisi maupun aparat penegak hukum itu sendiri. "Ini termasuk mafia hukum," ujar Ota sapaan akrabnya.

Deputi Bidang Penindakan KPK Ade Raharja mengatakan penerbitan ijin ini bisa dijerat dengan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Apalagi dalam penerbitan ijin disertai dengan adanya uang suap. "Tindakan ini menjadi wilayah kami untuk memberantas modus seperti ini," ujar Ade.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: