Masih banyak sektor yang membutuhkan insentif pajak, ini daftarnya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah ingin menggunakan instrumen pajak untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Salah satu caranya dengan mengevaluasi fasilitas tax allowance dan tax holiday.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa insentif fiskal yang diberikan pemerintah kian sepi peminat. Oleh karena itu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan mengkaji permasalahan hingga kebutuhan terkini sektor industri.

Ditjen Pajak mencatat, sampai sekarang yang memanfaatkan tax allowance sebanyak 138 wajib pajak. Sementara tax holiday hanya lima wajib pajak. Adapun pada 2017, hanya ada sembilan wajib pajak (WP) yang terima tax allowance.


Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyatakan, pengusaha di Apindo belum ada pembicaraan mengenai insentif fiskal. Ketua Bidang Perpajakan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Prijo Handojo mengatakan, yang sering dibicarakan lebih kepada jangan ada disinsentif.

Namun demikian, belum tentu seluruh sektor tidak butuh insentif. Misalnya, pertama, sektor UMKM yang masih berjuang agar PPh untuk UMKM turun menjadi 0,25% atau tidak dikenakan sama sekali.

Ketua Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingratubun menilai, petugas pajak jangan menyasar kepada UMKM yang jumlahnya banyak karena ini menyangkut hajat hidup orang banyak.

“Harusnya memaksimalkan pendapatan negara dari BUMN yang strategis, yang selamanya berlindung di balik kata ‘merugi’,” ujar Ikhsan kepada KONTAN, Jumat (12/1).

Kedua, sektor agribisnis. Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Kakao dan Cokelat Indonesia, Dwiatmoko Setiono mengatakan, khususnya yang memakai bahan baku kakao dan gula perlu insentif.

Dwiatmoko menambahkan, gula di cokelat pemakaiannya 50-65%. Sementara, harga gula di Indonesia termahal sekitar 30% di bandingkan negara-negara Asean.

“Untuk bersaing perlu insentif fiskal dan apa pun yang untuk meningkatkan ekspor. Import kakao perlu dibebaskan dari pajak impor karena produksi kakao terus menurun,” katanya.

Oleh karena itu, dirinya meminta agar harga gula bebas PPN, impor kakao bebas bea masuk, dan tax holiday bagi yang bisa ekspor.

Ketiga, sektor tekstil. Asosiasi Pertekstilan Indonesia  (API) memberi usul agar skema PPN 10% diganti dengan PPN final 2% dari omzet penjualan guna meringankan beban yang ditanggung industri.

Ketua API Ade Sudrajat Usman mengatakan, skema yang ada sekarang tidak efektif, “PPN final 2% paling ideal bagi industri tekstil dari hulu ke hilir,” ujar Ade.

Keempat, sektor otomotif. Ketua I Gaikindo Jongkie D Sugiarto mengatakan, pajak antara mobil sedan dan SUV seharusnya sama. Oleh karena itu pemerintah perlu menurunkan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) mobil sedan yang saat ini 30% menjadi 10%.

Kelima, sektor kerajinan mebel. Sekjen Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur mengatakan, perlu ada penghapusan pajak bahan baku impor dan supporting industry atau pengurangan pajak. “Agar daya saing produk mebel dalam negeri khususnya pasar domestik kuar terhadap serbuan produk impor,” jelasnya.

Direktur Peraturan Perpajakan II Ditjen Pajak Yunirwansyah mengatakan, tambahan untuk sektor yang akan diberikan insentif sendiri nantinya akan diatur dalam peraturan pemerintah (PP), “Dan itu sesuai masukan dari kementerian terkait,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto