KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meski tarif listrik dari pembangkit energi baru dan terbarukan (EBT) terus menurun dari tahun ke tahun, saat ini harganya tetap lebih mahal dibandingkan pembangkit batubara yang mendominasi sumber listrik di Tanah Air. Maklum, harga listrik PLTU terbantu dengan subsidi batubara berupa domestic price obligation (DPO) US$ 70 per ton. Namun, untuk membuat tarif listrik EBT lebih kompetitif, ahli menilai tidak bisa sesederhana melepas harga DPO karena PT PLN memiliki kewajiban untuk menjaga harga listrik yang terjangkau untuk seluruh masyarakat. Di sisi lain, masih dibutuhkan banyak dukungan dari pemerintah untuk masing-masing sektor pembangkit hijau di Indonesia. Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa memaparkan masih banyak tantangan yang dihadapi jika ingin menurunkan harga listrik EBT. Pasalnya, tiap sektor pembangkit memiliki karakteristik, tantangan, dan solusi yang berbeda pula.
Masih Banyak Tantangan untuk Turunkan Harga Listrik EBT
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meski tarif listrik dari pembangkit energi baru dan terbarukan (EBT) terus menurun dari tahun ke tahun, saat ini harganya tetap lebih mahal dibandingkan pembangkit batubara yang mendominasi sumber listrik di Tanah Air. Maklum, harga listrik PLTU terbantu dengan subsidi batubara berupa domestic price obligation (DPO) US$ 70 per ton. Namun, untuk membuat tarif listrik EBT lebih kompetitif, ahli menilai tidak bisa sesederhana melepas harga DPO karena PT PLN memiliki kewajiban untuk menjaga harga listrik yang terjangkau untuk seluruh masyarakat. Di sisi lain, masih dibutuhkan banyak dukungan dari pemerintah untuk masing-masing sektor pembangkit hijau di Indonesia. Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa memaparkan masih banyak tantangan yang dihadapi jika ingin menurunkan harga listrik EBT. Pasalnya, tiap sektor pembangkit memiliki karakteristik, tantangan, dan solusi yang berbeda pula.