KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Yield SUN 10 tahun masih dalam tren naik di tengah melandainya yield US Treasury (UST). Naiknya
yield SUN dinilai akibat aksi
profit taking di pasar surat utang pemerintah.
Berdasarkan data Trading Economics,
yield SUN 10 tahun berada di level 6,96% pada Jumat (29/11) pukul 20.30 WIB. Angka itu naik 0,08% dalam sepekan sehingga mengakumulasi kenaikan 0,15%. Sementara itu, UST berada di 4,22% turun 0,19% dalam sepekan dan sebulan terakhir melandai 0,08%.
Naiknya yield SUN 10 tahun beriringan dengan peningkatan perspektif risiko investasi (Credit Default Swap/CDS) 5 tahun. Sebulan terakhir, CDS 5 tahun Indonesia naik 10,03% ke 75,36.
Baca Juga: Yield SUN 10 Tahun Menanjak, Masih Menarik? Fixed Income & Macro Strategist Mega Capital Indonesia, Lionel Priyadi mengatkan volatilitas di pasar domestik meningkat akibat kenaikan volatilitas global, yang dipicu oleh ketidakpastian pemangkasan suku bunga the Fed.
Nah, untuk menahan tekanan jual di tengah tingginya volatilitas pasar, Lionel menilai Bank Indonesia (BI) melakukan intervensi di pasar nilai tukar,
secondary market SBN, maupun melalui SRBI.
"Sayangnya, intervensi tersebut menghasilkan distorsi terhadap yield SBN, dan investor asing merespon negatif distorsi tersebut," ujarnya kepada Kontan.co.id, Jumat (29/11).
Lionel menilai prospek pasar SBN masih memiliki momentum
bullish untuk akhir tahun ini. Hanya saja, bergantung apakah the Fed akan tetap memangkas suku bunga dan BI mengikutinya. Sementara untuk tahun 2025, dia berpandangan kondisi yield SBN diwarnai risiko inflasi dari rencana pemerintah menghapus subsidi BBM.
Baca Juga: Risiko Investasi di Indonesia Meningkat, Begini Efeknya ke Pasar Surat Utang "Bisa jadi hal ini mengurungkan niat investor asing masuk ke pasar SBN Indonesia," sebutnya.
Sementara itu, analis
Fixed Income Sucorinvest Asset Management (Sucor AM), Alvaro Ihsan berpandangan tekanan kenaikan
yield SBN dalam beberapa hari terakhir cenderung lebih terbatas. Sebab,
yield 10 tahun bergerak di rentang 6,8%-6,9%, meskipun asing masih melakukan
outflow di SBN.
"Tekanan
outflow asing pun cenderung
lagging mengingat
yield US
treasury sudah kembali menurun," sebutnya.
Selain itu, terkait data PCE terbaru dari AS, dia menilai belum akan terlalu memberikan efek signifikan terhadap prospek pemangkasan suku bunga. Walaupun memang, akan lebih terbatas dan berpotensi membuat BI lebih berhati-hati dalam menetapkan kebijakan moneternya, mengingat masih ada tekanan terhadap rupiah.
"Potensi penurunan
yield masih ada terutama di tenor pendek dan menengah sejalan dengan potensi penurunan suku bunga meskipun akan lebih terbatas dibandingkan ekspektasi sebelumnya.
Dus, Alvaro tetap optimis terhadap prospek pasar surat utang ke depan. Untuk akhir tahun ini, dirinya masih mempertahankan target
yield SUN 10 tahun direntang 6,4%-6,6%. Sementara di 2025, dia memperkirakan
yield SUN 10 tahun direntang 6,2%-6,4%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Putri Werdiningsih