Masih bisakah menggali peluang pada saham big caps?



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten dengan kapitalisasi besar (big caps) di tengah tren bearish Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih menarik untuk dicermati. Aksi jual yang pada emiten big caps, membuat pertumbuhan IHSG sejak awal tahun minus 3,38% sampai 28 Maret 2018. Lihat saja, indeks LQ45 sejak awal tahun juga tercatat minus 7,33%.

Selama bulan Maret saja, IHSG telah menurun sekitar 7,04%. Tekanan tersebut juga tercermin pada penurunan sejumlah emiten LQ45. Indeks LQ45 pada 1 Maret berada di 1.101,89. Kini indeks LQ45 di angka 1.000,25 atau menurun 9,22%.

Alfred Nainggolan, Kepala Riset Koneksi Kapital Sekuritas menyatakan, IHSG pada sekitar level 6.700 banyak ditopang oleh saham-saham blue chip. Kenaikan tersebut membuat saham-saham blue chip dalam kondisi yang cukup premium. Ketika terjadi penurunan indeks, maka saham tersebut menjadi saham prioritas untuk bisa mendapatkan bonus.


Ketika saham first liner tersebut sudah cukup premium, Alfred melihat pelaku pasar mulai beralih ke saham second liner dan bahkan third liner. Hal itulah yang membuat komposisi saham blue chip berubah dan saham yang sudah naik tinggi mulai ada penurunan. “Memang pada kuartal IV-2017, sampai dengan Januari-Februari, market masih optimistis dengan makro Indonesia,” kata Alfred di Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa (27/3).

Dia melihat, pertumbuhan saham blue chip saat ini sudah cukup berat, sehingga banyak yang mulai beralih pada saham lapis kedua dan ketiga. Menurut Alfred, pelaku pasar bukan lagi mengangap second liner sebagai pelangkap, melainkan juga menjadi bagian penting dari portofolio mereka. “Saham lapis kedua, menjanjikan upside potential yang lebih besar dengan didukung juga oleh kinerja sektoral,” tambahnya.

Menurut Alfred, ekspektasi pertumbuhan ekonomi yang sesuai dengan target bisa membuat saham-saham blue chip mulai kembali naik dan dikoleksi. Hanya saja, proyeksi pertumbuhan sekitar 5,3%-5,4% masih dinilai cukup berat. Dia juga menilai positif emiten blue chip yang masih bisa mencetak pertumbuhan besar ditengah-tengah kondisi tersebut. Misalnya saja TLKM dengan kenaikan double digit.

Ekspektasi pertumbuhan ekonomi tersebut bukan hanya menjadi satu-satunya faktor. Sentimen lain diantaranya seperti faktor global seperti kenaikan Fed Fund Rate (FFR). Belum lama ini, The Federal Reserve merealisasikan rencana kenaikan suku bunga acuan.

Rencananya bahkan pada tahun ini, The Fed akan menaikkan hingga tiga kali lagi. “Mau tidak mau, beberapa investor asing akan keluar. Meskipun mereka bisa saja masuk kembali, tapi untuk berharap masih susah,” lanjutnya.

Alfred berpendapat, banyak asing yang keluar saat ini karena ada perubahan strategi. Namun, asing berpotensi masuk kembali bila Indonesia memiliki pertumbuhan makro yang baik. Di tengah-tengah aksi jual yang demikian, dia melihat saham TLKM, ASII, dan BBRI memiliki ruang pertumbuhan yang cukup besar. “BBRI karena sebelumnya sudah turun cukup dalam,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati