Masih fokus di bisnis perdagangan aspal, begini profil Agro Yasa Lestari (AYLS)



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Agro Yasa Lestari Tbk masih akan fokus untuk mengembangkan bisnis perdagangan aspal yang dominan dipasok dari luar negeri. Pasalnya, emiten berkode saham AYLS ini melihat, produksi dalam negeri belum cukup memenuhi kebutuhan aspal Indonesia.

Direktur Utama Agro Yasa Lestari, Akam mengatakan, dari total kebutuhan aspal Indonesia yang sekitar 1 juta ton per tahun, PT Pertamina sebagai produsen utama lokal hanya mampu menyuplai sekitar 300.000 ton-350.000 ton. Alhasil, sisa kebutuhan aspal diimpor dari negara tetangga, seperti Singapura, Malaysia, China, Thailand, India,  Kuwait, bahkan Iran.

Melihat peluang tersebut, Akam menargetkan, volume penjualan aspal Agro Yasa Lestari dapat meningkat secara bertahap menjadi 100.000 ton per tahun dalam lima tahun ke depan. Saat ini, AYLS menyuplai sekitar 15.000 ton aspal per tahun yang dipasok dari Singapura, Malaysia, dan Timur Tengah ataupun melalui pembelian lokal.


Baca Juga: Makin Banyak Saham IPO Terkena Auto Rejection Atas (ARA)

Aspal tersebut dijual kepada kontraktor badan usaha milik negara (BUMN) maupun swasta. Meskipun begitu, pelanggan yang berupa BUMN mendominasi sekitar 70% pendapatan total Agro Yasa Lestari. Kontraktor BUMN tersebut diantaranya adalah Hutama Karya, Waskita Karya, Nindya Karya, Wijaya Karya, dan Adhi Karya.

Akam optimistis, perusahaannya dapat mencapai target tersebut, sebab saat ini pemerintah Indonesia masih berfokus pada pengembangan infrastruktur fisik. Terlebih lagi, daerah Indonesia Timur masih membutuhkan banyak sekali pembangunan infrastruktur berupa jalan dan jembatan.

Untuk itu, Agro Yasa Lestari juga bakal fokus untuk mengembangkan pasar di wilayah tersebut. Saat ini, proyek-proyek yang digarap oleh AYLS adalah proyek TransSumatera dan suplai aspal di beberapa proyek di Indonesia Timur.

Baca Juga: Penghuni Zona Gocap Makin Ramai, Analis Sarankan Hindari Saham di bawah Rp 100

“Ke depan, kami akan menggandeng stake-holders kami dan penyuplai manufaktur kami di Singapura untuk dijadikan agen di Surabaya. Ke depan, kami akan ekspansi lebih pada produk-produk kami di aspal,” ungkap Akam di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (12/2).

Sebagai informasi, pemasukan dari penjualan aspal masih menjadi kontributor terbesar pendapatan Agro Yasa Lestari. Sepanjang tujuh bulan pertama 2019, lini bisnis tersebut menyumbang  42,81% total pendapatan AYLS yang sebesar Rp 27,11 miliar. Lalu, diimbangi pendapatan dari lini bisnis geosintetik sebesar 42,44% dan bungkil kedelai/soya beans meal sebesar 14,75%.

Untuk produk-produk geosintetik, Agro Yasa Lestari mengimpornya dari China dan Korea. Misalnya, dari Daehyun PTE Ltd, Feicheng Lianyi Ltd, dan Taian Topsun Ltd. Di samping itu, AYLS juga mendapatkan geosintetik dari penjualan lokal.

Baca Juga: Resmi melantai, ini target Agro Yasa Lestari (AYLS) ke depan

Produk yang digunakan untuk menunjang proyek-proyek konstruksi tersebut juga dijual ke kontraktor BUMN dan swasta. Perusahaan yang berdiri pada 2010 ini juga menyediakan layanan pemasangan produk-produk geosintetik tersebut.

Sementara itu, untuk perdagangan bahan makanan dan hasil pertanian, Agro Yasa Lestari menjual bahan baku pakan yang dibeli dari lokal untuk dijual kepada pembeli swasta, seperti PT Nestle Indonesia. Ke depannya, AYLS akan meningkatkan kapasitas agar bisa menambah permintaan yang ada di pasar.

Untuk mengembangkan ketiga lini bisnisnya, AYLS mencari pendanaan dari pasar modal melalui mekanisme initial public offering (IPO). Dari penawaran saham perdana ini, AYLS mengantongi dana segar Rp 25,8 miliar. AYLS melepas 258,7 juta saham dengan harga Rp 100 per saham dan resmi tercatat di BEI pada Rabu (12/2).

Baca Juga: Perdana diperdagangkan, saham Agro Yasa Lestari (AYLS) langsung kena auto reject atas

Berdasarkan prospektus IPO, sekitar 83,28% dana segar tersebut digunakan untuk kebutuhan modal kerja perusahaan, sedangkan sisanya untuk membayar sebagian utang kepada PT Bank Danamon Indonesia Unit Usaha Syariah. Kebutuhan modal kerja tersebut adalah berupa pembelian barang-barang untuk kebutuhan proyek-proyek infrastruktur yang tengah AYLS jalankan, seperti proyek Trans Sumatra.

Pada 2020, AYLS juga mengalokasikan belanja modal atau capital expenditure (capex) sebesar Rp 60 miliar. Akam mengatakan, capex ini mayoritas akan dialokasikan untuk pembelian barang-barang untuk keperluan suplai Agro Yasa Lestari.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati