Masih loyo, begini strategi Sri Mulyani jaga rupiah



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) masih menunjukan pelemahan, bahkan lebih tinggi dari asumsi pemerintah di level Rp 14.400 per dollar AS pada tahun ini. Tak cuma Bank Indonesia (BI) saja, pemerintah juga terus berupaya menjaga mata uang Garuda ini dan , Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati terus memutar otak agar kurs rupiah bisa lebih baik lagi.

Kalau melihat posisi rupiah di pasar spot ditutup di level Rp 14.995 per dollar AS pada Rabu (6/5). Posisi rupiah itu melemah 8,14% year to date (ytd). Pada akhir tahun lalu masih di level Rp 13.866 per dollar AS. Tapi, dalam pergerakan harian, rupiah menguat 0,56% dibanding pencapaian kemarin (5/6).

Dari sisi fiskal,  Sri Mulyani berupaya menjaga defisit tetap dibiayai tanpa harus tergantung pada penerbitan Surat Berharga Negara (SBN). Caranya antara lain adalah dengan memakai dana sisa anggaran lebih (SAL), dana abadi dan dana yang ada di badan layanan umum (BLU). 


Baca Juga: Gubernur BI: BI mati-matian menstabilkan rupiah

Upaya lainnya adalah Kementerian Keuangan terus meningkatkan pendanaan pembiayaan fiskal dalam denominasi forex yang bersumber dari pendanaan luar negeri. Ini berguna untuk menjaga cadangan devisa (Cadev).

Baca Juga: Pemerintah akan lelang 7 seri SUN dengan target indikatif Rp 40 triliun pekan depan

“Kami juga issuance bond luar negeri US$ 4,3 miliar saat situasi cukup kecil window of opportunituy. Itu untuk membantu BI menjaga cadev. Sehingga bisa tingkatkan cadev langsung dan dipakai pemeirntah untuk membayar utang luar negeri,” ujar Menkeu dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi XI DPR RI, Rabu (6/5). 

Menkeu menegaskan upaya kebijakan fiskal tersebut dilakukan hati-hati meski kondisi berat. Tapi juga,tetap menjaga komposisi dari pinjaman. “Ketahanan neraca pembayaran, cadev, menyebabkan Indonesia punya persespsi risiko meski kebiajkan fiskal dijaga hati hati,” ujarnya. 

Di sisi lain, Sri Mulyani menyampaikan banyak faktor membuat flukluasi rupiah. Salah satu indikasinya bisa dilihat dari Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) atau balance of payment (BOP) yang dijaga tetap stabil. Akan tetapi, dalam beberapa bulan dampak corona virus disease 2019 (Covid-19) membuat capital outflow.

“Secara seasonal maupun situasional Covid-19 bisa terjadi capital outflow cepat dan mendadak. Lebih dari US$ 100 miliar flight dari emerging market, lebih besar dari tamper tantrum 2013 dan global financial crisis,” kata dia.

Menurut Menkeu situasi tersebut menggambarkan tingkat kepanikan akibat Covid-19. “Karena kebangkrutan dan kejatuhan dari perusahaan di sektor riil dan lembaga keuangan sangat mengancam,” kata Sri Mulyani.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Markus Sumartomjon