Masih memburu emas, masyarakat Indonesia masih konservatif



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Masyarakat Indonesia sepertinya masih menganut kepercayaan yang tinggi terhadap emas sebagai alat investasi. Hal ini dapat dilihat dari tingginya tingkat permintaan emas batangan bersertifikat di Logam Mulia milik PT Aneka Tambang Tbk. Analis menilai, perilaku investasi sebagian masyarakat Indonesia cenderung konservatif.

Analis Asia Tradepoint Futures, Deddy Yusuf Siregar mengatakan, penjualan emas Antam sepanjang tahun ini tergolong tinggi. Bahkan, hingga Agustus emas Antam sudah terjual 18,9 ton. Angka ini pun masih bisa bertambah mengingat permintaan masih cukup tinggi memasuki bulan September.

Ia  pun berpendapat, meningkatnya pamor emas Antam cukup menggambarkan bahwa sebagian masyarakat Indonesia memiliki perilaku investasi yang konservatif. Dalam hal ini, masyarakat cenderung kurang menyukai instrumen yang sangat terpengaruh kinerjanya oleh volatilitas pasar keuangan dan nilai tukar rupiah.


“Makanya emas masih jadi favorit bagi banyak orang di Indonesia, apalagi komoditas ini memang cocok sebagai aset lindung nilai,” katanya, Jumat (14/9).

Selain itu, tidak menutup kemungkinan pula permintaan emas Antam yang tinggi berasal dari masyarakat Indonesia berdarah India atau menganut kepercayaan Hindu. Sebab, sekitar bulan Oktober nanti akan berlangsung salah satu hari besar umat Hindu, yakni Diwali sehingga kebutuhan emas bagi masyarakat yang merayakannya mengalami peningkatan.

“Ini pula yang membuat harga emas dunia mulai stabil lagi setelah bulan Agustus kemarin mengalami tren penurunan,” ujar Deddy.

Dia menilai, masih tingginya permintaan terhadap emas Antam dalam beberapa waktu ke depan membuat harga jual komoditas tersebut akan terus mengalami tren penguatan. Apalagi, harga jual emas Antam sekarang berada di atas level Rp 600.000 per gram.

Menurut Deddy, selama level tersebut terjaga, cepat atau lambat harga jual Antam akan menuju ke level Rp 700.000 per gram.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie