Masih Perkasa Meski Rupiah Tembus Rp 15.000



JAKARTA. BI meyakini, kinerja industri perbankan sampai dengan akhir tahun ini belum akan terpengaruh oleh fluktuasi nilai tukar, trend kenaikan suku bunga dan terjadinya penurunan harga SUN. Keyakinan tersebut didasarkan pada hasil stress test yang telah dilakukan kepada perbankan. Tak ingin mengulang kegagalan saat krisis keuangan sepuluh tahun yang lalu, BI buru-buru melakukan stress test kepada industri perbankan. Maklumlah, persoalan yang dihadapi lembaga keuangan yang padat modal ini, tidak mudah. Hasil pantauan pengawas perbankan memperlihatkan ada tiga masalah utama yang tengah dihadapi industri perbankan. Pertama, dampak penurunan harga SUN kepada kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) perbankan, terutama untuk SUN yang diperdagangkan atau SUN trading. "Akan ada satu bank yang mengalami penurunan CAR hingga dibawah 8%, bila harga SUN yang diperdagangkan  turun sebesar 25%," kata Direktur Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI Halim Alamsyah. Hancurnya harga SUN membuat bank tidak lagi getol mengoleksi surat berharga pemerintah yang satu ini. Lihat saja kepemilikan SUN oleh perbankan sampai dengan September 2008, telah mengalami penurunan sekitar Rp 300 miliar hanya dalam masa satu bulan. Pada akhir Agustus yang lalu, kepemilikan SUN oleh perbankan masih sebesar Rp 275,4 triliun. Tapi pada akhir September 2008, telah turun menjadi sebesar Rp 275,1 triliun. Tekanan penurunan harga SUN yang belum menunjukkan tanda-tanda pemulihan, membuat bank mulai mengalihkan  portofolio SUN dengan meningkatkan porsi hold to maturity (HTM) menjadi  50,6% atau secara nominal sekitar Rp 139,1 triliun. Sedangkan sisanya, sebesar 43,2% atau setara dengan Rp 118,8 triliun, ditempatkan pada available for sale (AFS) dan hanya sebesar Rp 17,2 triliun atau 6%, yang dipakai untuk trading. Kedua, imbas kenaikan suku bunga BI rate terhadap kinerja perbankan. Hasil stress test memperlihatkan, kalau BI rate naik hingga 1%, akan mempengaruhi CAR perbankan sebesar 0,23% saja. Kalau BI rate naik hingga 2% maka akan ada satu bank yang mengalami penurunan CAR hingga di bawah 8%. Bila melihat perjalanan BI rate sejak awal tahun hingga Oktober yang lalu, berarti telah terjadi kenaikan BI rate sebesar 1,5% dari 8% pada Januari 2008, menjadi sebesar 9,5% pada Oktober yang lalu. Ketiga, imbas fluktuasi nilai tukar. Pelemahan nilai tukar rupiah yang terjadi belakangan ini juga menjadi perhatian BI. Apalagi beberapa hari terakhir ini, rupiah sempat melemah hingga Rp 11.000. Namun, hasil stress test BI memperlihatkan bahwa industri perbankan tidak terpengaruh meski rupiah melemah hingga Rp 15.000 per dolarnya. itu artinya, CAR perbankan masih aman. "Kalau rupiah terus melemah dan skenario terburuk misalnya rupiah melemah hingga Rp 15.000 per dolar, perbankan masih kuat menyerap kerugian yang terjadi. Dengan kata lain, tidak ada bank yang kolaps," tutur Halim. 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: