Masih Punya Upside Menarik, Reksadana Indeks Bisa Jadi Pilihan Ketika IHSG Terkoreksi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun 2021 menjadi periode gemilang bagi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Pasalnya, IHSG berhasil berulang kali menembus level all time high pada tahun ini.

Teranyar, pada penutupan perdagangan hari ini, Senin (4/4) IHSG berada di level 7.116,22 yang merupakan level tertingginya sepanjang masa. Tak hanya mencetak rekor, IHSG juga telah berhasil menguat hingga 8,12% sepanjang tahun 2022.

Apiknya kinerja IHSG menjadi berkah tersendiri bagi reksadana indeks. Maklum, portofolio reksadana indeks mayoritas dibuat mengikuti dengan indeks acuan masing-masing. Alhasil, kinerja reksadana indeks pada tahun ini berpotensi mengekor dengan kinerja IHSG.


Baca Juga: Pandemi Terkendali, Kinerja Bisnis Emiten Konglomerat Ikut Melesat

Head of Investment Avrist Asset Management Ika Pratiwi Rahayu mengungkapkan kinerja reksadana indeks sepanjang tahun 2022 masih akan terus menguat mengikuti tema pemulihan ekonomi dan membaiknya kinerja emiten di tahun ini.

Dari sisi sentimen, pasar global akan terus memonitor perkembangan perang Rusia-Ukraina serta sejumlah sanksi yang diberikan terhadap Rusia serta dampaknya terhadap harga komoditas dan gangguan rantai pasok. Selain itu pasar juga akan mencermati data ekonomi AS sambil menantikan pertemuan The Fed pada awal Mei mendatang.

Sementara dari pasar domestik, terdapat faktor positif, seperti tren penurunan kasus baru Covid-19, kinerja emiten tahun 2021 yang cenderung, sejumlah aksi korporasi emiten seperti dividen dan rights issue, serta kenaikan harga komoditas.

Baca Juga: Mengintip Prospek Kinerja Reksadana Indeks di Tengah Rekor IHSG

“Selanjutnya, faktor-faktor positif tersebut diperkirakan akan berlanjut menjadi katalis positif bagi bursa saham. Pasar juga menantikan earning season triwulan I 2022 serta aksi korporasi emiten berikutnya termasuk pencatatan saham GOTO yang telah lama dinantikan banyak investor,” kata Ika kepada Kontan.co.id, Senin (4/4).

Namun, dari sisi risiko, sanksi ekonomi Rusia jika berlangsung lama, justru akan mendorong inflasi global semakin tinggi akibat kenaikan harga komoditas. Negara-negara Eropa diperkirakan yang paling akan terpengaruh dan berpotensi melemahkan ekonominya.

Sedangkan untuk risiko dari dalam negeri, Ika menyebut bulan puasa dan menjelang Lebaran, permintaan masyarakat akan produk-produk berpotensi mendorong akselerasi pemulihan ekonomi. Namun kenaikan komoditas yang mendorong kenaikan bahan baku, ditambah dengan kenaikan harga BBM dan PPN, akan mendorong kenaikan laju inflasi.

Baca Juga: Usai All Time High, Simak Proyeksi IHSG dan Rekomendasi Saham untuk Selasa (5/4)

Dia mengekspektasikan kenaikan inflasi memang tidak bisa dihindari dan akan mencapai puncaknya pada April dan Mei karena secara historis inflasi tertinggi setiap tahun terjadi pada bulan puasa dan Lebaran.

“Bagi investor yang ingin masuk ke reksadana indeks, bisa memanfaatkan ketika ada koreksi ke level 6.900 - 7.000 untuk masuk,” imbuhnya.

Sejalan dengan kinerja fundamental emiten pada tahun 2021 yang rata-rata naik, Ika memasang target IHSG pada akhir tahun di 7.500 dengan asumsi PER sekitar 18 kali.

Sektor-sektor yang dapat dicermati diantaranya sektor energi, komoditas, perbankan, telekomunikasi, properti, teknologi, konsumer dan ritel. Ika bilang, jika mengukur dari penutupan IHSG hari ini di level 7.116,22, maka masih ada potensi kenaikan indeks dan potensi kenaikan imbal hasil reksadana indeks sekitar 5%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati