KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten pengelola bus Lorena, PT Eka Sari Lorena Transport Tbk (LRNA) baru menganggarkan belanja modal alias capital expenditure (capex) sebesar Rp 6 miliar di tahun 2024. Hal ini dikarenakan LRNA masih melakukan rekondisi usai mengalami rugi. Asal tahu saja, LRNA mencatatkan rugi bersih Rp 777 juta di tahun 2023, turun 96,35% dari rugi bersih Rp 21,31 miliar di tahun 2022. Sedangkan, pada kuartal I 2024, LRNA mencatatkan rugi bersih Rp 9,43 miliar, naik dari rugi Rp 2,11 miliar di periode sama tahun lalu. “Untuk anggaran capex tahun ini, saat ini kami masih hanya rekondisi dan baru mungkin sekitar Rp 5 miliar – Rp 6 miliar,” ujar Managing Director LRNA Ryanta Soerbakti dalam paparan publik RUPST LRNA Tahun Buku 2023, Jumat (21/6).
Meskipun begitu, LRNA memproyeksikan anggaran capex itu bisa bertambah lantaran ada kebutuhan dari rencana diversifikasi bisnis Perseroan. LRNA berencana untuk menambah jumlah bus
listrik. Hal ini
bersamaan dengan rencana
Kementerian
Perhubungan
dan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek yang tengah mengakselerasi pengembangan
ekosistem
angkutan
umum
berbasis
listrik di
Jabodetabek.
Baca Juga: Semester II 2024 Minim Libur, Begini Strategi Eka Sari Lorena (LRNA) Jaga Kinerja Lorena memang tengah melakukan diversifikasi bisnis dengan menyediakan bus komuter untuk layanan Jakarta Residencial Connection (JRC). Selain itu, LRNA akan terus mengembangkan angkutan bandara, Trans Jabodetabek Reguler (TJR), serta angkutan rental jangka panjang. Sehingga, sumber pendapatan LRNA bisa bersumber dari bus komuter yang ramai di hari kerja dan bus AKAP
(Antar Kota
Antar Provinsi) yang ramai di hari libur. “Jika ini terjadi, kemungkinan akan ada penambahan capex yang signifikan. Sebab, harga bus listrik masih 250% lebih mahal dari bus konvensional,” kata Ryanta. Ryanta menuturkan, LRNA berharap bisa mendapatkan sekitar 20-25 izin trayek baru untuk JRC di semester II 2024 atau setidaknya hingga awal tahun 2025. Sebab, potensi tambahan pendapatan dari operasi JRC sangat potensial, sebab penyewaan dibayarkan dalam satuan rupiah per kilometer. Sayangnya, Ryanta belum menyebutkan berapa biaya sewa per kilometer untuk operasi JRC.
“Bus listrik ini meskipun mahal, tetapi biaya perawatannya sangat efisien. Kendala utamanya itu memang di pengadaan atau investasi awal saja,” ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat