Maskapai Dalam Negeri Terbelit Rugi, Pengamat Beberkan Sebabnya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengamat penerbangan menuturkan bahwa kinerja maskapai penerbangan masih dibebani oleh biaya tinggi hingga kini. Hal ini yang menjadi penyebab kerugian bisnis masih membelit maskapai penerbangan. 

Pengamat Penerbangan Alvin Lie menyatakan bahwa tidak hanya maskapai Garuda Indonesia dan Air Asia saja, tetapi semua maskapai penerbangan dalam negeri turut merasakan bebannya. 

"Permasalahan ini terjadi karena di Indonesia tidak ada regulasi tarif batas atas (TBA) yang tidak kunjung direvisi oleh Menteri Perhubungan selama lima tahun belakangan. Maskapai tidak boleh menaikkan harga tiketnya," papar Alvin saat dihubungi oleh Kontan, Kamis (23/10). 


Baca Juga: Ini Dua Maskapai Internasional yang Buka Rute Penerbangan Baru ke Indonesia

Asal tahu saja, dalam laporan keuangan yang dirilis, Garuda Indonesia mencetak pendapatan sebesar US$ 1,62 miliar atau ekuivalen Rp 24,63 triliun sepanjang semester I 2024. Realisasi tersebut tumbuh sebesar 18.27% jika dikomparasikan dengan pendapatan pada periode sama tahun lalu sebesar US$ 1,37 miliar.

Sayangnya, pertumbuhan pendapatan tersebut belum cukup untuk mengatrol kinerja laba bersih GIAA yang masih menderita kerugian yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$ 101,65 juta atau setara Rp 1,54 triliun. Kerugian bersih ini membengkak sebanyak 32,88% daripada kerugian pada semester I 2023 yang sebesar US$ 76,50 juta.

Lalu, PT AirAsia Indonesia Tbk (AAID/CMPP) mengalami kerugian Rp581,91 miliar pada semester I 2024. Apabila dibandingkan dengan Semester I 2023 ada perbaikan kerugian sebesar 5 pts dengan rugi yang dimaksud tidak mencakup laba/rugi selisih kurs dari transaksi dalam mata uang asing.

Perusahaan juga membukukan pendapatan Semester I 2024 sebesar Rp3,78 triliun, meningkat sebesar 24% dibandingkan semester yang sama tahun 2023 sebesar Rp3,05 triliun.

Lebih lanjut, Alvin menyatakan akibat ketiadaan revisi TBA dan juga TBB, maskapai lebih memilih untuk mengembangkan rute internasional dibandingkan rute domestik dengan rute 'gemuk'. 

Dia memberikan contoh, Lion Group juga menempuh strategi yang sama dengan mengalihkan sebagian pesawatnya ke Malaysia dan Thailand dimana dapat berbisnis tanpa terikat aturan TBB dan TBA, sesuai dengan kondisi pasar, serta tanpa intervensi Pemerintah. 

Alvin menyebutkan, dengan mengembangkan rute internasional dan membatasi rute domestik merupakan salah satu cara maskapai penerbangan untuk mempertahankan bisnis. 

"Apakah bisnis penerbangan ini tidak efisien? ya itu terjadi pula karena banyak pungutan-pungutan bandara yang dititipkan pada maskapai, dalam bentuk PPN dan PJP2U dan lain sebagainya. Biaya yang ditarik oleh bandara ini pun tidaklah murah. Bahkan di bandara TNI untuk sipil, maskapai dikenai biaya security clearance dan harus punya izin (pass) dari landasan udara. Jadi selain tambahan biaya, ini menambah tugas administrasi maskapai," paparnya. 

Baca Juga: Indonesia AirAsia Buka Rute Baru Hong Kong-Denpasar

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Sulistiowati