Maskapai penerbangan global limbung tersengat virus corona



KONTAN.CO.ID - BEIJING. Wabah virus corona mulai menjangkiti semua sektor bisnis, tak terkecuali industri penerbangan. Efek virus ini pada bisnis aviasi akan mulai terlihat pada kuartal I tahun ini.

Eric Lin, analis penerbangan di Bank UBS Hong Kong mengatakan, maskapai penerbangan di China akan merasakan dampak paling besar, seperti maskapai milik pemerintah Air China dan China Southern Arlines. Maskapai swasta seperti Hainan Airlines juga telah mulai mengurangi frekuensi penerbangan hariannya. 

Hong Kong Airlines, maskapai milik konglomerat China HNA Group juga bakal memecat sekitar 400 karyawan. Melansir South China Morning Post, kemarin,  yang mengutip dua sumber yang mengetahui rencana tersebut bilang, langkah ini diambil setelah wabah virus corona menambah masalah keuangan bagi maskapai itu. 


Baca Juga: Istana Kepresidenan susun strategi hadapi perlambatan ekonomi akibat virus corona

Hong Kong Airlines juga akan meminta staf yang tersisa untuk mengambil setidaknya dua bulan cuti tanpa dibayar. Sebagian besar pemutusan hubungan kerja akan diterapkan pada pilot dan awak kabin. Staf Hong Kong Airlines juga telah diperingatkan kemungkinan pemangkasan pegawai lanjutan seiring pengurangan frekuensi penerbangan. 

Hong Kong Airlines berencana untuk memotong operasional harian dari 82 penerbangan menjadi hanya 30 penerbangan mulai 11 Februari hingga Maret 2020. Cathay Pacific Airways juga meminta karyawannya untuk mengambil cuti selama tiga minggu tanpa bayaran.

Butuh waktu bangkit 

Seperti dikutip Forbes, kemarin, bisnis Cathay Pacific Airways dan Hong Kong Airlines sangat terpukul karena ketergantungan pada pasar China yang tinggi. Kedua maskapai ini telah bergulat dengan penurunan bisnis sejak pertengahan tahun lalu karena meluasnya protes anti-pemerintah di Hong Kong. 

Baca Juga: Waduh, virus corona bisa bikin pabrik mobil di seluruh dunia tutup

United Airlines asal Amerika Serikat (AS) dan dan British Airways dari Inggris juga telah mengurangi frekuensi penerbangan ke China. Moody's Investor Services dalam riset 31 Januari 2020 mencatat, kerugian industri penerbangan akan makin besar jika virus corona terus menyebar hingga ke luar China. "Maskapai dengan model bisnis yang lemah dan likuiditas yang rendah akan butuh waktu lebih lama untuk bangkit," ujar Moody's dalam catatannya. 

Analis percaya penerbangan sipil akan cepat pulih asal wabah virus ini cepat berlalu. Berkaca pada kasus wabah SARS, jumlah penumpang pesawat di Beijing, tempat SARS pertama mencuat, mencatat rekor hanya sebulan setelah wabah SARS surut. 

Editor: Rizki Caturini