Masker motif berfungsi melindungi sekaligus terlihat trendi



Tampilan produk tak bisa dikesampingkan jika ingin merebut pasar. Selain berfungsi menyaring udara kotor, masker juga dipakai untuk bergaya. Sejumlah produsen mengaku, produk masker bermotif mendapat sambutan positif dari pasar.Penutup mulut dan hidung atau biasa disebut masker, kini, telah menjadi perlengkapan wajib bagi banyak orang. Selain untuk urusan kerja, khususnya di bidang kesehatan, masyarakat mulai memanfaatkan masker sebagai salah satu solusi mengurangi dampak polusi udara, terutama di kota-kota besar.Menjawab kebutuhan itu, produsen pun semakin kreatif. Selain menonjolkan sisi fungsinya, mereka juga sangat memperhatikan desain masker. Semakin banyak masker yang tampil dengan desain bergambar plus warna dan motif yang menarik. Salah satu produsen masker bergambar adalah Winneta Mouth Mask & Shall Indonesia. Winneta menawarkan motif yang beragam, mulai dari karakter lucu, bunga, abstrak, garis, renda, hingga batik. “Selain nyaman dan unik, masker ini juga menambah gaya,” ujar Monica, Staf Pemasaran Winneta.Aneka masker Winneta yang diproduksi di Yogyakarta tersebut dijual dengan harga ritel Rp 6.000–Rp 12.000 per buah. Adapun harga pemesanan dalam jumlah besar (grosir) lebih murah, yakni Rp 4.000–Rp 7.000 per buah. Selama ini, Winneta lebih banyak memasarkan maskernya lewat jalur online di situs internet winneta_fancy.indonetwork.co.id. Setiap hari, Winneta mampu memproduksi hingga sekitar 500 masker.Senada dengan Winneta, produsen masker lain, Haniza Jaya, juga tertarik bermain di bisnis masker bergambar karena melihat potensi pasarnya cukup besar. Haniza Jaya yang berpusat di Surabaya terjun ke bisnis ini sejak November 2010. Pemilik Haniza Jaya, Syamsul Rizal, mengaku masuk bisnis ini bukan lantaran mengekor pemain lain. Pasalnya, gambar yang melekat pada masker buatannya bukan hasil sablon layaknya masker bergambar yang telah beredar. Ia menggunakan motif gambar dari kain flanel yang dijahit.Selain untuk memberikan alternatif, Syamsul memilih kain flanel karena bahan ini jauh lebih sehat. “Bahan kimia pada sablon tidak sehat kalau dihirup. Padahal, penggunaan masker dekat dengan hidung,” terangnya. Syamsul mengklaim, kreasi maskernya itu merupakan satu-satunya di Indonesia.Harga jual eceran masker produksi Haniza Jaya adalah antara Rp 10.000–Rp 15.000 per buah. Sementara, para pembeli grosir mendapatkan harga lebih murah, yakni Rp 130.000 per kodi atau per lembar hanya Rp 6.500. Tiap hari, Haniza Jaya mampu menghasilkan sampai 20 kodi atau 200 masker.Lewat sejumlah agen, produk bermerek Fresh Masker & Masker Fresh ini menyebar ke Surabaya, Jakarta, Bandung, Samarinda, dan Balikpapan. Meski begitu, pasar terbesar tetap Jakarta dan Bandung.Pemain lain adalah Eni Permani. Cuma, Eni hanya menawarkan dagangannya di lapak akun Facebook pribadi. Meski memakai cara sederhana, perempuan yang berdomisili di Depok, Jawa Barat, ini mampu menjual lima lusin masker per hari. Harga yang ditawarkan adalah sebesar Rp 12.000 per buah. Harga selusin Rp 108.000. “Penjualan ramai sejak Juni atau Juli 2010 lalu,” akunya.Para produsen dan penjual masker mengakui, harga masker bergambar untuk keperluan ritel lebih mahal ketimbang masker untuk keperluan khusus. Menurut Syamsul, bahkan, harga masker buatan pabrik ada yang hanya Rp 500 karena memang sangat sederhana dan tipis. Umumnya, masker untuk tujuan ini tidak digunakan dalam waktu lama dan berulang-ulang.Ini berbeda dengan masker bergambar yang bahannya lebih tebal. Kain yang digunakan masker jenis ini tidak hanya selapis tapi dua lapis. Selain itu, masih ada busa tipis di antara keduanya. “Masker ini bisa dicuci jika kotor dan bisa dipakai berulang-ulang,” ujar Syamsul.Bukan bisnis musimanTapi, heboh masker bergambar itu tak memikat semua pemain. Misalnya Edy Fauzie. Maklum, produsen masker di Jakarta Selatan ini sudah cukup kewalahan memenuhi permintaan dari satu agen tunggalnya di daerah Kota, Jakarta Barat. Tiap hari, Edy memproduksi 500 masker bermerek Etoz.

Edy menjual masker buatannya ke agen seharga Rp 30.000 per lusin. Pengguna maskernya berasal dari sejumlah pabrik, seperti pabrik baja, pabrik kayu, dan pengolahan kelapa sawit. Edy malah mengakui, produk masker bergambar ikut memperluas pasar masker, khususnya untuk kelas ritel. “Makin kreatif tentu makin menarik,” katanya. Karena itu, meski saat ini belum memproduksi, kelak tidak menutup kemungkinan dia memproduksi masker bergambar jika permintaan tinggi.Edy menilai, bisnis masker mempunyai prospek bagus. Buktinya, sejak memulai tahun 2001, bisnisnya tetap bertahan hingga sekarang. Begitu juga dengan Winneta yang berdiri sejak 2006. Saat ini, bahkan, Winneta sedang menjajaki mengekspor produknya. “Kami sedang mencari mitra,” ujar Monica tanpa menyebutkan negara mana yang disasar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Tri Adi