KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Seperti yang sudah diperkirakan, produksi mineral emas dan tembaga PT Freeport Indonesia (PTFI) merosot dibandingkan tahun sebelumnya. Ini disebabkan adanya masa transisi pengalihan metode penambangan dari tambang terbuka ke tambang bawah bawah (
underground mine). Penurunan tersebut tampak dalam laporan kinerja kuartal I 2019 yang dikeluarkan Freeport-McMoran Inc (FCX). Berdasarkan laporan tersebut, produksi tembaga PTFI hanya sebanyak 145 juta pon, atau merosot 53,38% dari produksi kuartal I tahun lalu yang sebesar 311 juta pon. Tak hanya tembaga, produksi emas dari perusahaan yang operasional pertambangannya berada di Papua itu pun turut anjlok. Hingga 31 Maret 2019, produksi emas PTFI melorot 72,77% menjadi 162.000 ounce dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang mencapai 595.000 ounce.
Sejalan dengan penurunan produksi, volume penjualan pun juga turut merosot. Penjualan tembaga PTFI sepanjang Kuartal I 2019 hanya mencapai 174 juta pon, atau anjlok 45,45% dibandingkan dengan penjualan periode sama tahun 2018 yang sebesar 319 juta pon. Sedangkan, volume penjualan emas PTFI turun menjadi 235.000 ounce atau turun 61,03% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang berada di angka 603.000 ounce. Kendati demikian,
Chief Executive Officer FCX Richard C. Adkerson mengatakan, transisi penambangan bawah tanah di Grasberg, Papua, masih berjalan sesuai yang ditargetkan. Ia juga menyebut, saat ini PTFI tengah melakukan penambangan fase akhir di tambang terbuka Grasberg. "Transisi kami pada penambangan bawah tanah di Garsberg maju sesuai rencana," kata Adkerson. Adapun, perkiraan pengeluaran modal tahunan PTFI untuk proyek pengembangan tambang bawah tanah tersebut diperkirakan mencapai rata-rata US$ 0,7 miliar per tahun, selama empat tahun ke depan. Tambah kuota ekspor Kendati volume produksi tembaga mengalami penurunan, namun dalam laporan kinerja kuartal I-2019 tersebut, PTFI membuka kemungkinan untuk menambah kuota ekspor konsentrat tembaga.
Vice President Corporate Communication PTFI Riza Pratama membenarkan hal tersebut. Hanya saja, ia belum memberikan detail rencana penambahan kuota tersebut. "Rencana produksi konsentrat kami jauh lebih rendah dibandingkan tahun lalu karena mendekati tahapan terakhir dari tambang terbuka Grasberg. Namun demikian, kami tetap berusaha meningkatkan produksi secara aman," kata Riza kepada Kontan.co.id, Senin (29/4). Dihubungi terpisah, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariono mengatakan, pihaknya mempersilakan jika PTFI ingin mengajukan penambahan kuota ekspor konsentrat tembaga.
Bambang bilang, rencana penambahan kuota itu dimungkinkan selama sesuai dengan kapasitas
smelter terpasang atau yang tengah dalam proses pembangunan. Bambang pun menyampaikan, hingga saat ini pihaknya masih belum menerima permohonan tambahan kuota dari PTFI. "Belum, yang penting sesuai kapasitas
smelter, kalau tidak sesuai kapasitas terpasang ya enggak bisa," ujar Bambang. Adapun, PTFI telah mengantongi perpanjangan izin ekspor sejak 8 Maret 2019. Izin yang berlaku selama satu tahun ke depan tersebut memiliki kuota sebesar 198.282 wet metric ton (wmt). Jumlah itu anjlok drastis. Padahal, dalam empat tahun terakhir, kuota ekspor konsentrat tembaga PTFI selalu ada di atas 1 juta WMT. Dalam satu periode terakhir (15 Februari 2018-15 Februari 2019) misalnya, jumlah kuota ekspor PTFI mencapai 1,25 juta wmt. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Azis Husaini