JAKARTA. Daya tarik emas sebagai
safe heaven sepertinya mulai memudar beberapa bulan belakangan. Betapa tidak, jika selama 12 tahun berturut-turut emas berhasil mencatatkan kenaikan, namun era tersebut seakan berakhir sejak awal tahun ini. Sebagai gambaran, di sepanjang 2011 lalu, harga emas berhasil membumbung sebesar 34%. Nah, di tahun itu pula, emas berhasil menorehkan rekor harga tertingginya di posisi US$ 1.900,23 per troy ounce pada Agustus 2011. Namun pada 2012, tenaga emas untuk mendaki mulai berkurang. Pada tahun lalu, emas hanya berhasil menorehkan kenaikan sebesar 11%. Adapun harga rata-rata emas di sepanjang 2012 sebesar US$ 1.679 per troy ounce. Kian melemahnya gerak harga si kuning mentereng ini berlanjut hingga awal 2013.
Hingga akhirnya, pada akhir pekan lalu (12/4), emas memasuki pasar
bearish. Saat itu, harga kontrak emas jatuh hingga ke posisi US$ 1.483 per troy ounce. Itu artinya, harga emas sudah anjlok 22% dari rekor tertingginya pada Agustus 2011 lalu. Sekadar mengingatkan, penurunan harga emas yang mencapai 20% dari level tertingginya dapat dikatakan masuk ke dalam definisi pasar
bearish. Aksi jual emas belum berhenti sampai di situ saja. Pada Senin (15/4) di New York, mengutip data Bloomberg, pada pukul 13.51 waktu New York, harga kontrak emas untuk pengantaran Juni terjerembab hingga 9,3% dan ditutup pada posisi US$ 1.361,10 di Comex, New York. Ini merupakan penurunan terbesar untuk kontrak paling aktif yang diperdagangkan sejak 17 Maret 1980 atau 33 tahun yang lalu!Setelah menyentuh level tersebut, harga emas menyentuh posisi US$ 1.348,50, yang merupakan level terendah sejak Februari 2011. Transaksi perdagangan seluruh kontrak per pukul 16.10 waktu setempat diperkirakan mencapai 684.502. Angka ini melampaui rekor kontrak sebelumnya sebanyak 486.315 kontrak pada 28 November lalu.Salah satu faktor yang memicu aksi jual emas adalah perlambatan ekonomi China yang di luar perkiraan. Kondisi itu menyebabkan investor cemas bahwa mereka akan membutuhkan lebih banyak dana tunai untuk menutupi posisi investasi mereka. "Saat harga semakin mendekati level biaya produksi di kisaran US$ 1.200-an per troy ounce, investor mulai panik," jelas Jonathan Barratt, pendiri Barratt's Bulletin. Goldman Sachs Group Inc mengingatkan kepada investor bahwa harga emas masih akan terus merosot setelah mencatatkan reli dalam sembilan dekade terakhir. Analis Goldman seperti yang dikutip
Reuters, membeberkan, penurunan harga emas saat ini wajar dan sejalan dengan kenaikan bunga riil AS. “Penurunan harga emas mencerminkan kombinasi dari membaiknya data ekonomi AS, menurunnya ketidakpastian kebijakan AS, dan berkurangnya kekhawatiran krisis utang Eropa,” jelas Goldman. Terkait penjelasannya tersebut, Goldman merekomendasikan jual untuk emas. Goldman juga memprediksi, harga emas akan semakin terjun bebas ke kisaran US$ 1.200 per troy ounce dalam lima tahun mendatang. Investor lebih memilih pasar saham Sementara itu, Donald Selkin,
chief market strategist National Securities Corp di New York berpendapat, siapapun yang membeli emas sebelum terjadi penurunan besar ini, pasti akan mengalami kerugian. Menurutnya, persepsi yang harus diingat adalah emas tidak betul-betul dibutuhkan lagi sebagai
safe haven. “Saat ini, pelaku pasar beralih ke pasar saham dan mereka benar-benar terkejut. Apalagi tidak ada inflasi. Sehingga, banyak orang yang berpikir buat apa membeli emas?" urai Selkin. Barratt juga berpendapat sama. "Momentum yang ada sekarang menyebabkan harga emas masih akan diperdagangkan di level murah. Investor memilih untuk keluar dari emas dan masuk ke pasar saham," jelasnya. Argumen Barratt memang dapat dibuktikan dengan melihat pergerakan pasar saham global. Salah satunya yakni indeks Standard & Poor's 500 yang menanjak ke rekor tertingginya pada 2 April lalu. Jika dihitung, sepanjang kuartal I 2013, indeks acuan bursa AS tersebut mencatatkan kenaikan sebesar 10%. Sementara, pada periode yang sama, harga emas merosot 4,6%. Frank Lesh dari FuturePath Trading LLC memprediksi, secara teknikal, harga si kuning kinclong akan terus melorot hingga menyentuh level US$ 1.100 pada 2014 mendatang. Lesh menjelaskan, rasio Fibonacci memberikan indikasi, penurunan yang mencapai 76,4% dari level rekor US$ 1.923,70 pada September 2011 lalu akan menyebabkan harga emas akan kembali menurun sebesar US$ 430. “Jika harga emas turun di bawah harga level krusial yakni US$ 1.500, kita akan melihat penurunan yang signifikan terhadap harga emas. Pasar emas masih terlihat lemah. Kami melihat banyak dana yang keluar dari emas,” papar Lesh, director FuturePath yang berbasis di Chicago. Namun, pendapat berbeda diungkapkan oleh Wakil Kepala Riset Valbury Asia Securities Nico Omer Jonckheere. Menurut Nico, dirinya masih sangat
bullish dengan harga emas dengan target harga US$ 8.000 per troy ounce dalam lima tahun ke depan. “Waktu yang akan bicara apakah kita bersiap untuk meroket naik sekarang ini, sehingga memberikan peluang beli yang sangat baik seperti yang pernah terjadi sebelumnya pada periode akhir 1990an-2000an awal, periode 2006-2007 serta di 2008-2009 saat krisis kredit. Yang menarik adalah peluang beli dalam 3 periode tersebut masing-masing berlangsung dalam 12 sampai 18 bulan,” urai Nico. Nico menambahkan, faktor yang mendorong harga emas di antaranya pencetakan uang oleh bank sentral dunia, permintaan investasi dari China dan India, serta pembelian emas oleh bank sentral. Renji Betari,
Officer Development & Research Division Jakarta Future Exchange (JFX), berpendapat, penurunan harga emas belakangan ini ada kaitannya dengan beberapa aksi
profit taking di atas harga produksi emas yang sebenarnya hanya berada di level US$ 1.000. Tapi, dirinya memprediksi, harga emas akan kembali naik dalam waktu dekat. Dia meramal, dalam dua minggu ke depan, harga emas akan naik dari sebelumnya US$ 1560 per ounce Troy menjadi US$ 1.588 per troy ounce, dengan target terdekat US$ 1.600 per troy ounce."Belakangan ini, emas memang memiliki tren menurun. Tapi saya rasa, posisi terakhir di level 1.560 sudah menjadi support yang cukup kuat untuk kembali rebound dalam waktu dekat," jelas Renji. Untuk jangka panjang, wanita yang sempat menggeluti profesi wartawan ini memperkirakan, target terdekat harga emas akan berada di level US$ 1.600 per troy ounce. Pada level ini, emas akan melakukan konsolidasi di level US$ 1.600 hingga US$ 1.620 per troy ounce pada Mei mendatang. Level tersebut kembali naik dengan target optimis US$ 1.650 per troy ounce pada Juni.Pergerakan harga emas dalam negeri juga tidak akan berbeda jauh dengan level-level tersebut. "Soalnya harga emas kita masih mengacu harga emas internasional," pungkas Renji. Ariston Tjendra,
Head of Research Monex Investindo Future memiliki pendapat yang berbeda. Dirinya tidak yakin jika harga emas akan kembali menguat dalam waktu dekat. "Secara teknikal, pergerakan emas masih berada di kanal penurunan. Tekanannya masih cukup kuat," tukas Ariston.Dirinya menambahkan, tekanan tersebut berasal dari maraknya peralihan portofolio emas ke saham. Selain itu, tekanan juga datang dari Siprus. Sebagaimana yang dtahui sebelumnya, Siprus dipaksa menjual 10 ton cadangan emasnya senilai 15 juta euro sebagai jaminan bailout. Kondisi ini membuat emas berada pada posisi
oversupply. "Pergerakan ini juga tidak berbeda jauh dengan pergerakan harga emas di dalam negeri. Kalau pun ternyata harga dalam negeri lebih mahal, itu karena permintaan lokal tinggi," jelas Ariston. Beli emas sekarang!Meski harga emas terus melorot, namun, sejumlah analis menilai saat ini merupakan waktu yang tepat untuk berinvestasi emas. Nico merupakan salah satu di antaranya. Dia mengakui, setelah support kuat emas antara US$ 1.520 dan US$ 1.530 per troy ounce tertembus, pasar emas memang menjadi
bearish dalam jangka pendek. “Level terendah sudah tercapai untuk tahun ini atau sudah sangat dekat. Maka, saya merekomendasikan untuk membeli emas sekarang,” tegas Nico kepada KONTAN. Nico juga menyarankan agar investor tetap saja membeli emas pada
dollar-cost averaging basis, apalagi dengan harga yang semakin murah saat ini.
Barratt juga percaya bahwa koreksi harga emas saat ini hanyalah reaksi yang berlebihan oleh pelaku pasar. Menurutnya, penurunan emas saat ini menawarkan posisi masuk yang bagus kepada investor. "Untuk dana yang akan masuk ke sistem, Anda harus melihatnya untuk jangka panjang bahwa stimulus akan menyokong harga emas," jelasnya. Bagi Anda yang sudah terlanjur membeli emas saat harganya tinggi, tidak usah panik. "Sebaiknya investasi untuk jangka panjang. Lebih baik ditahan meski harga emas lagi turun," imbuh Ariston. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie