Masuk Penen Raya, Petani Minta Pemerintah Jaga Harga Gabah di Level Rp 7.000/Kg



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Memasuki panen raya beras, petani meminta pemerintah untuk menjaga harga gabah agar tidak anjlok dan berada di level Rp 7.000-8000/kg. 

Ketua Kelompok Tani dan Nelayan (KTNA), Yadi Sofyan Noor mengingatkan kepada pemerintah untuk mewaspadai kemungkinan harga jatuh dan merugikan petani. 

"Disaat panen raya seperti ini, KTNA berharap agar harga gabah tidak anjlok sehingga petani tidak rugi setelah mereka mengeluarkan ongkos produksi," ujar Yadi dalam keterangannya, Kamis (7/3). 


Untuk itu, Yadi meminta kepada pemerintah untuk fokus pada penyerapan panen raya dan memperkuat cadangan beras nasional (CBP). 

Baca Juga: Harga Komoditas Pangan Mulai Beras hingga Daging, Telur Kompak Naik

"Pasokan beras cenderung melimpah, tapi pemerintah harus menjaga harga gabah agar tidak anjlok," jelas Yadi. 

Ketua DPD Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jawa Barat, Entang Sastraatmaja mengusulkan kepada pemerintah untuk kembali menghitung Harga Pokok Penjualan (HPP) Gabah. Mengingat harga gabah hari ini masih stabil di tingkat petani. 

Di Jawa Barat sendiri, lanjutnya, harga gabah saat ini berkisar Rp 7.200 hingga 7.500/kg dan menjadi angka  yang moderat bagi petani mendapatkan untung. 

"Dengan harga gabah mampu menembus angka Rp 7.000/kg, petani merasa riang gembira. Jadi sebaiknya pemerintah tetap menjaga agar harga gabah tidak turun. Inilah saat yang tepat untuk menghitung ulang HPP gabah," katanya. 

Sebelumnya, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi mengatakan tantangan penen raya adalah menjaga harga gabah di tingkat petani.  

Ia mengatakan pada panen raya ini kemungkinan besar harga gabah akan terkoreksi hingga mencapai Rp 6.500/kg dari sebelumnya berkisar Rp 8.600-Rp 8.700 per kilogram. 

Baca Juga: Pemerintah Ungkap 3 Penyebab Utama Mahalnya Harga Beras

Keuntungannya harga beras diprediksi akan turun. Meski begitu, Arief memastikan ada keseimbangan harga baik di hulu sampai di hilir agar petani maupun konsumen tidak ada yang dirugikan. 

"Angka di hulu itu harga pokok produksi dan harus ada margin. Sementara di hilir, perlu ada kombinasi dan ini harus diseimbangkan," jelasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi