KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun ini, pasar modal Indonesia genap berusia 43 tahun. Sepanjang itu pula, pasar modal di Tanah Air mengalami jatuh bangun. Ke depan, pasar modal di Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan utama. Menurut Aria Santoso, Presiden Direktur CSA Institute, salah satu tantangan terbesar yang dihadapi pasar modal saat ini adalah kepercayaan masyarakat. Sebab, merebaknya berbagai peristiwa fraud di industri keuangan mengakibatkan kepercayaan publik secara umum menjadi agak terganggu.
Baca Juga: Jumlah investor di pasar modal Indonesia masih sedikit, ini penyebabnya “Namun, dengan terbukanya berbagai kasus ini menunjukkan bahwa proses pembenahan sedang terjadi dan pasar modal Indonesia akan semakin membaik di masa mendatang,” ujar Aria kepada Kontan.co.id, Senin (17/8). Selain itu, faktor sentimen global dan regional seperti ketegangan geopolitik, penanganan pandemi Corona (Covid-19), hingga proses pemulihan ekonomi di sejumlah negara yang sudah mengalami resesi juga akan menjadi tantangan bagi pasar modal ke depan. Sementara itu, Vice President Samuel Sekuritas Indonesia Muhammad Alfatih menilai, perlindungan masyarakat memang sulit jika diterapkan setelah penipuan (fraud) terjadi. Oleh karena itu, perlu peran serta otoritas, salah satunya Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sehingga tindak penipuan tersebut bisa dicegah sejak awal atau diluruskan sebelum menjadi kasus. Di tengah segala tantangan yang menimpa pasar modal, jumlah investor pasar modal terus meningkat. Per akhir Juli 2020, jumlah investor pasar modal Indonesia yang tercatat pada PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), yang terdiri atas investor saham, reksadana, dan obligasi telah bertumbuh sebesar 22% dari tahun 2019 lalu, menjadi 3,02 juta investor. Namun, jumlah ini masih tergolong sedikit bila dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia, yang per semester I-2020 mencapai 268,58 juta jiwa. Alfatih menilai, masih sedikitnya penduduk Indonesia yang menjadi investor di pasar modal tanah air, disebabkan kurangnya literasi pasar modal dan juga budaya investasi masih rendah di masyarakat. Di sisi lain, kasus penipuan dan investasi bodong yang terjadi juga menjadi kendala dan menjadikan calon investor khawatir dengan risiko di pasar modal. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam rilis resmi HUT ke-43 Pasar Modal (10/8) menyebut, jumlah investor saat ini hanya sekitar 1,12% dari jumlah penduduk Indonesia. Selain itu, investor juga masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Menurut OJK, kurang maksimalnya jumlah investor di tanah air disebabkan oleh tiga faktor utama, yakni terbatasnya
channeling distribution di daerah, di mana saat ini jumlah kantor cabang Perusahaan Efek yang mencapai sekitar 600 unit, sebanyak 50% lebih berada di Pulau Jawa. Belum optimalnya infrastruktur jaringan pemasaran dalam menambah jumlah basis investor juga menjadi penyebab masih rendahnya jumlah investor di dalam negeri. Terakhir, rendahnya tingkat literasi dan inklusi investor pasar modal yang posisinya jauh di bawah tingkat literasi perbankan.
Baca Juga: IPO di BEI masih didominasi oleh emiten dengan nilai emisi kecil, begini kata analis Ke depan, OJK telah menyiapkan sejumlah strategi untuk mendongkrak jumlah investor, salah satunya melakukan simplifikasi pembukaan rekening efek dalam rangka mempermudah akses calon investor dan mendukung transaksi online. Selain itu, OJK juga memperbanyak galeri investasi di seluruh Indonesia yang bekerja sama dengan Bursa Efek Indonesia. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi