KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (
IHSG) sempat menembus rekor tertinggi baru (
all time high), meski pada akhirnya berbalik melandai pada akhir kuartal I-2024. IHSG menutup perdagangan bulan Maret pada Kamis (28/3) dengan pelemahan 0,29% ke posisi 7.288,81. Secara sektoral, saham-saham di sektor keuangan memimpin penguatan IHSG (+4,87%), diikuti sektor energi dengan kenaikan 1,03%. Sebaliknya, sektor teknologi turun paling dalam (-19,28%), disusul sektor transportasi dan logistik dengan pelemahan 8,29%.
Financial Expert Ajaib Sekuritas, Ratih Mustikoningsih menyoroti posisi IHSG di akhir kuartal I-2024 yang mencerminkan penguatan terbatas 0,22% secara
year to date. Ratih melihat ada sejumlah faktor yang memicu pelemahan IHSG di akhir kuartal I-2024.
Faktor utama penahan laju IHSG adalah aksi
net sell investor asing di pasar ekuitas domestik, melemahnya nilai tukar rupiah,
rebalancing portofolio di akhir kuartal, selesainya momentum dividen perbankan
big caps, serta aksi
profit taking menjelang libur bursa yang cukup panjang.
Baca Juga: Net Sell Asing Tembus Rp 1,98 Triliun Saat IHSG Turun 0,83% Sepekan Ratih mengamati pergerakan IHSG dalam perdagangan sepekan terakhir (25 Maret - 28 Maret 2024) yang merosot 0,83%. Aksi
net sell investor asing pada pekan lalu mencapai Rp 1,97 triliun, meski jika diukur secara
year to date, posisi investor asing masih
net buy dengan nilai yang cukup jumbo Rp 26,27 triliun. Pada akhir kuartal, lanjut Ratih, biasanya para Manajer Investasi melakukan
rebalancing. Aksi
rebalancing portofolio dan
profit taking di saham
big caps oleh para Big Fund membuat IHSG tertekan.
Profit taking pun dilakukan setelah momentum dividen
big banks berakhir. Menurut Ratih, pelaku pasar juga mencermati hari bursa yang cukup terbatas pada April 2024, sehingga memilih menyiapkan posisi
cash yang memadai. "Katalis libur panjang bursa di April 2024 turut memicu investor asing untuk memutarkan dananya di negara lain," ungkap Ratih kepada Kontan.co.id, Minggu (31/3). Memasuki kuartal II-2024, Ratih mengamati sejumlah katalis yang bisa menjadi penggerak IHSG. Di antaranya, rilis laporan keuangan emiten periode kuartal I-2024 dab berlanjutnya musim dividen, khususnya sektor energi yang secara historis memberikan
dividend payout ratio (DPR) dengan
yield tinggi. Serta aksi pemangkasan suku bunga The Fed yang diproyeksikan terjadi pada FOMC di bulan Juni 2024 Pada awal kuartal II-2024, pelaku pasar menantikan rilis laporan keuangan emiten khususnya sektor perbankan yang bisanya rilis lebih awal dibandingkan sektor lain. Ratih menilai sektor perbankan berpotensi memiliki kinerja yang solid.
Baca Juga: IHSG Turun 0,83% Sepekan Terakhir Maret, Intip Saham Gainers & Losers Bursa Di sisi lain, emiten sektor energi mulai menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada April 2024, dengan agenda yang dinantikan pelaku pasar, yakni pengumuman dividen. Selain itu, harga komoditas energi kembali menguat, seperti harga minyak mentah yang naik ke level US$ 83,17 per barel per Kamis (28/3). "Kenaikan tersebut sejalan dengan narasi pemotongan suku bunga The Fed pada akhir kuartal kuartal II-2024 di tengah OPEC+ yang masih melakukan pemotongan produksi untuk membatasi
supply crude oil," imbuh Ratih. Selain mempengaruhi harga energi, pemangkasan suku bunga The Fed menjadi katalis positif di pasar ekuitas domestik. Ratih melihat potensi derasnya
inflow investor asing ke pasar ekuitas Indonesia, terutama bagi saham
big caps. Katalis tersebut juga mempengaruhi penurunan suku bunga Bank Indonesia yang nantinya dapat menjadi sinyal positif bagi kondisi perekonomian domestik.
Editor: Tendi Mahadi