Masyarakat Atambua Belum Merasakan Manfaat Bendungan Rotiklot



KONTAN.CO.ID -ATAMBUA. Proyek bendungan Rotiklot di Nusa Tenggara Timur (NTT) belum sepenuhnya menyelesaikan masalah pengairan bagi masyarakat setempat. Paling tidak, hal ini dirasakan betul oleh masyarakat di Desa Fatuketi di Kecamatan Kakuluk Mesak, Kabupaten Belu, NTT. 

Penjabat Kepala Desa Fatuketi, Egidius Moruk mengungkapkan, ketersediaan air dari bendungan Rotiklot belum memadai untuk dimanfaatkan secara optimal oleh para petani dan masyarakat di desanya. "Padahal, bendungan ini diharapkan bisa meningkatkan pengairan lahan pertanian," katanya kepada KONTAN, Kamis (8/8).

Pria yang akrab disapa Egi itu menambahkan, sesuai rencana, bendungan Rotiklot dirancang untuk mengairi lahan kering dan basah. Bendungan ini memiliki kapasitas tampung air 3,30 juta meter kubik, dengan luas genangan mencapai 24,91 hektare. 


Namun, dalam praktiknya, pengalokasian air dari bendungan Rotiklot terkendala debit yang tidak konsisten. Alhasil, lahan pertanian yang seharusnya rutin mendapatkan distribusi air saat musim tanam, kekurangan pasokan. Celakanya, kondisi ini terjadi di tengah musim kemarau panjang.

Baca Juga: Ada Bendungan Raknamo, Hasil Panen Tak Lagi Loyo

Egi mencontohkan, pada musim tanam kedua di desanya, hanya sekitar 10 hektare dari 53 hektare lahan yang direncanakan dapat dialiri air bendungan Rotiklot secara maksimal.

Ia menjelaskan, jika semua air dialirkan, volume bendungan Rotiklot bisa terganggu. Ini bisa menyebabkan penurunan debit air bendungan yang signifikan.

Kendala ini menyebabkan beberapa kelompok tani harus menunggu hingga musim hujan untuk mulai bertanam. Dampaknya pun cukup besar terhadap produktivitas pertanian. Apalagi mayoritas pekerjaan penduduk di desa Fatuketi adalah petani. Jadi kecukupan sumber air menjadi harapan utama mereka. 

Terlebih, Fatuketi jadi salah satu desa yang terpilih sebagai lokasi prngembangan ketahanan pangan skala besar di wilayah timur, yakni program food estate. Saat ini, lahan potensial yang bisa dioptimalkan dari bendungan ini adalah sekitar 53 hektare untuk food estate yang terdiri dari 4 blok lahan. 

Penyemprotan air

Di 4 blok lahan food estate tersebut ditanami beragam tanaman pangan dan hortikultura, seperti padi, jagung, cabai hingga sayuran.

Beruntung, masing-masing blok di lahan tersebut dilengkapi fasilitas peralatan penyemprotan air atau sprinkle. Ada sekitar 368 sprinkle yang mengairi air di lahan food estate Fatuketi.

Koordinator Operasional bendungan Rotiklot, Atri mengatakan, alat sprinkle mengalirkan air dari jam 8 pagi hingga 5 sore waktu Indonesia Tengah saban harinya.

Saat Tim Jelajah Ekonomi Infrastruktur Berkelanjutan KONTAN menyambangi areal food estate, Kamis siang (8/8), sejumlah alat sprinkle sedang menyemprotkan air ke lahan pertanian cabai.

Baca Juga: Air Bendungan Mulai Mengucur, Lahan Pertanian Semakin Subur

Saat itu, di blok B lahan food estate Fatuketi, memang sedang ditanami bibit cabai. Ada sekitar 1.500 bibit cabai dari rencana 3.000 bibit, sudah ditanam di blok B. Target hasil panen cabai di blok blok tersebut mencapai sekitar 6 ton hingga 7 ton.  

Altri bilang, bendungan Rotiklot mampu mengalirkan 40 liter perdetik air baku ke kota Atambua, Kabupaten Belu. Namun kenyataannya lahan yang bisa dimanfaatkan sering kali terbatas. Dia berharap, ke ddepan ada solusi dari pihak terkait untuk meningkatkan efektivitas bendungan dalam mendukung sektor pertanian di Fatuketi.

Egi menimpali, meski sudah ada beberapa upaya perbaikan, seperti pembagian air yang disesuaikan dengan kebutuhan penanaman, hasilnya masih belum optimal.

Egi juga mencatat masih ada kekurangan air pada saluran irigasi, yang membuat distribusi air ke lahan pertanian menjadi tidak merata. "Kami sudah melaporkan masalah ini ke pihak Balai Wilayah Sungai 5 NT 2, tapi solusi konkret belum ditemukan," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan
TAG: