JAKARTA. Belum lama diterbitkan, Instruksi Presiden (Inpres) No 2/2013 tentang Penanganan Gangguan Keamanan Nasional (Kamnas) sudah banyak menuai kritikan. Serikat buruh dan beberapa lembaga swadaya masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Perjuangan Hak Sipil dan Buruh (Kapas) menuntut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mencabut Inpres tersebut, lantaran berpeluang mengebiri hak masyarakat sipil. Bahkan, Kapas tengah menyiapkan gugatan ke Mahkamah Agung (MA), terkait keluarnya Inpres Kamnas karena dianggap melanggar Pasal 28 Undang Undang Dasar (UUD) 1945. "Saat ini sedang dikaji, targetnya maksimal enam bulan setelah Inpres diterbitkan Januari lalu, gugatan akan diserahkan ke MA," kata Abdul Khoir, peneliti Setara Institute, Selasa (12/2). Menurut Khoir, Inpres Kamnas bisa memberangus kebebasan berpendapat dan bukan solusi untuk mengatasi konflik sosial. "Inpres ini sebagai wujud ketidaksigapan pemerintah dalam mengatasi konflik sosial," kritiknya. Semestinya, pemerintah menjamin kepastian hukum ketika pecah kerusuhan dengan tidak berpihak pada satu golongan tertentu dengan tidak mengerahkan kekuatan pasukan militer.
Masyarakat siap gugat instruksi SBY
JAKARTA. Belum lama diterbitkan, Instruksi Presiden (Inpres) No 2/2013 tentang Penanganan Gangguan Keamanan Nasional (Kamnas) sudah banyak menuai kritikan. Serikat buruh dan beberapa lembaga swadaya masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Perjuangan Hak Sipil dan Buruh (Kapas) menuntut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mencabut Inpres tersebut, lantaran berpeluang mengebiri hak masyarakat sipil. Bahkan, Kapas tengah menyiapkan gugatan ke Mahkamah Agung (MA), terkait keluarnya Inpres Kamnas karena dianggap melanggar Pasal 28 Undang Undang Dasar (UUD) 1945. "Saat ini sedang dikaji, targetnya maksimal enam bulan setelah Inpres diterbitkan Januari lalu, gugatan akan diserahkan ke MA," kata Abdul Khoir, peneliti Setara Institute, Selasa (12/2). Menurut Khoir, Inpres Kamnas bisa memberangus kebebasan berpendapat dan bukan solusi untuk mengatasi konflik sosial. "Inpres ini sebagai wujud ketidaksigapan pemerintah dalam mengatasi konflik sosial," kritiknya. Semestinya, pemerintah menjamin kepastian hukum ketika pecah kerusuhan dengan tidak berpihak pada satu golongan tertentu dengan tidak mengerahkan kekuatan pasukan militer.