Mata-Mata Top AS: Perang di Ukraina Tidak Akan Berakhir dalam Waktu Dekat



KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Pada Kamis (2/5/2024), pejabat tinggi intelijen AS mengatakan, Presiden Rusia Vladimir Putin melihat perkembangan domestik dan internasional cenderung menguntungkan rusia. 

Menurutnya,Putin kemungkinan besar akan melanjutkan taktik agresif di Ukraina, namun perang tersebut sepertinya tidak akan segera berakhir dalam waktu dekat.

Mengutip Reuters, Direktur Intelijen Nasional Avril Haines mengatakan kepada Komite Angkatan Bersenjata Senat AS bahwa Rusia telah mengintensifkan serangan terhadap infrastruktur Ukraina untuk menghambat kemampuan Kyiv dalam memindahkan senjata dan pasukan, memperlambat produksi pertahanan dan memaksanya untuk mempertimbangkan negosiasi.


“Taktik Putin yang semakin agresif terhadap Ukraina, seperti serangan terhadap infrastruktur listrik Ukraina, dimaksudkan untuk memberikan kesan kepada Ukraina bahwa terus berperang hanya akan menambah kerusakan pada Ukraina dan tidak memberikan jalan yang masuk akal menuju kemenangan,” katanya.

Haines menambahkan, “Taktik agresif ini kemungkinan akan terus berlanjut dan perang sepertinya tidak akan berakhir dalam waktu dekat.” 

Dia dan Letnan Jenderal Jeffrey Kruse, direktur Badan Intelijen Pertahanan, memberikan kesaksian di depan komite penilaian komunitas intelijen tahun 2024 tentang ancaman yang dihadapi Amerika Serikat.

Baca Juga: Rusia Kirim Bahan Bakar ke Korut Melampaui Batasan PBB, AS Siapkan Sanksi

Mengenai China, yang dianggap oleh Amerika Serikat sebagai saingan global utamanya, Haines mengatakan Presiden China Xi Jinping dan para pemimpin utamanya memperkirakan akan terjadi ketidakstabilan di masa depan dalam hubungan dengan Washington.

Namun, lanjutnya, mereka akan berusaha untuk memproyeksikan stabilitas dalam hubungan tersebut karena prioritas utama mereka adalah mengatasi perekonomian China yang sedang bermasalah.

Daripada menerapkan kebijakan untuk menstimulasi belanja konsumen atau mendorong investasi, kebijakan-kebijakan tersebut tampaknya “menggandakan” strategi jangka panjang yang didorong oleh manufaktur dan inovasi teknologi, katanya.

"Namun pendekatan tersebut hampir pasti akan memperdalam pesimisme masyarakat dan investasi dalam jangka pendek,” katanya.

Seperti yang diketahui, China sedang bergulat dengan perlambatan perekonomian, termasuk lemahnya permintaan domestik, tingginya pengangguran kaum muda, dan krisis properti. 

Beijing telah meningkatkan investasi infrastruktur dan beralih ke investasi di sektor manufaktur berteknologi tinggi, namun beberapa ekonom memperingatkan hal ini dapat memperburuk ketidakseimbangan dalam jangka panjang.

"Xi dan para pemimpin puncaknya semakin khawatir mengenai kemampuan AS yang bertujuan mengganggu bisnis teknologi China dan telah memodifikasi pendekatan mereka dengan melakukan pembalasan ekonomi terhadap Amerika Serikat sehingga menimbulkan setidaknya sejumlah kerugian nyata pada perusahaan-perusahaan AS,” kata Haines.

Baca Juga: Rusia Genjot Produksi Senjata Saat Amerika Getol Menyuplai Senjata ke Ukraina

Adapun yang dia maksudkan adalah penggerebekan terhadap perusahaan-perusahaan AS yang telah membekukan lingkungan bisnis asing di China, dan perluasan pembatasan yang dilakukan Beijing terhadap aplikasi teknologi AS karena masalah keamanan nasional.

Namun, badan-badan intelijen AS menilai bahwa dalam beberapa bulan mendatang, China kemungkinan akan membatasi pembalasan ekonomi tersebut untuk menghindari kerusakan pada perekonomian dalam negerinya, katanya.

“Secara khusus, penurunan signifikan dalam investasi asing langsung di Tiongkok, turun sebesar 77 persen pada tahun 2023, kemungkinan akan mendorong RRT (Republik Rakyat Tiongkok) untuk lebih berhati-hati dalam mengambil tindakan jika tidak terjadi eskalasi yang tidak terduga dari Amerika Serikat,” jelasnya.

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie