KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Prospek mata uang Asia diperkirakan belum mampu
rebound dari dolar Amerika Serikat (AS), setidaknya sampai akhir tahun 2024.
Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo mengatakan dolar AS kemungkinan akan tetap menguat karena kebijakan moneter Federal Reserve berpotensi menahan pemotongan suku bunga.
"Kekuatan tersebut akan terus memberikan tekanan pada mata uang Asia, setidaknya sampai akhir tahun 2024," sebut Sutopo kepada KONTAN, Selasa (19/11).
Ditambah lagi terjadi esklasi ketegangan geopolitik, serta hubungan perdagangan dengan Tiongkok kian memperparah valuta Asia. Maka dari itu dalam jangka pendek hingga menengah, Sutopo memperkirakan mata uang Asia akan tetap tertekan karena Dolar AS yang kuat dan kebijakan ekonomi pemerintahan AS yang baru.
Namun, menurut Sutopo pemulihan ekonomi melalui kebijakan stimulus masing-masing negara di Asia bisa menjadi faktor kunci dalam menstabilkan mata uang.
Baca Juga: Mata Uang Safe Haven Menguat Setelah Ancaman Konflik Rusia-Ukraina Memanas Selain itu, perjanjian dagang baru dan hubungan perdagangan yang membaik dapat meningkatkan kepercayaan investor sehingga mendukung mata uang Asia. Kemudian, bank sentral di Asia dapat menyesuaikan kebijakan moneter untuk meredam dampak dolar AS yang kuat.
Dengan demikian tekanan inflasi di Asia bisa mereda. Sebab tingkat inflasi yang lebih rendah dapat mempertahankan daya beli dan mendukung apresiasi mata uang.
Untuk jangka panjang, Sutopo meyakini ekonomi Asia mampu beradaptasi dengan kondisi pasar yang baru, dan berpotensi meraih keuntungan dari peningkatan perdagangan serta investasi.
Ia pun memperkirakan China dan India yang akan memimpin pemulihan ini dan berkontribusi signifikan terhadap pertumbuhan regional. Untuk China, dengan kebijakan stimulusnya berpotensi di level 7,10 - 7,30 USD/CNY.
Dolar Singapura diperkirakan akan tetap kuat karena kebijakan moneter yang ketat dari Monetary Authority of Singapore (MAS) untuk mengatasi inflasi. Perkiraannya valuta ini akan berada di kisaran 1,32 - 1,36 USD/SGD.
Baca Juga: Rupiah Melemah Hari Ini, Simak Proyeksinya untuk Kamis (21/11) Sementara ringgit Malaysia diperkirakan akan stabil dengan dukungan dari ekspor yang kuat dan kebijakan fiskal yang mendukung. Ia memperkirakan ringgit akan berada di kisaran 4,30 - 4,50 USD/MYR.
Untuk diketahui sudah sebulan terakhir mata uang Asia berada dalam kondisi tertekan, terutama pasca terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Negeri Paman Sam.
Berdasarkan Bloomberg, pada Rabu (20/11) pukul 14.58 wib ringgit Malaysia menjadi valuta dengan penurunan terbesar yakni 3,59% dalam sebulan terakhir. Kemudian yen Jepang membututi dengan koreksi 3,09%. Peso Filipina juga mengalami pelemahan sebesar 2,31% dalam sebulan, dan disusul rupiah Indonesia yang turun 2,30% dalam waktu sebulan. Sementara yuan China melemah 1,66%, dan rupee India hanya melemah 0,40% dalam sebulan terakhir.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Putri Werdiningsih