Mata Uang Komoditas Menarik Saat Suku Bunga Fed Dipangkas



KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Prospek mata uang komoditas menarik saat suku bunga acuan Federal Reserve (The Fed) dipangkas. Suku bunga rendah berpotensi melemahkan dolar Amerika Serikat (AS) dan juga mengangkat harga-harga komoditas.

Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuabi mengatakan, memang mata uang komoditas mengalami penguatan baru-baru ini sejalan dengan dipangkasnya suku bunga The Fed. Tetapi penguatan ini belum bisa dipastikan akan berlangsung lama karena dolar AS masih tangguh.

Ibrahim memaparkan, Kementerian Perdagangan AS sedang mempersiapkan sanksi baru terhadap China terkait mobil listrik dapat berefek bagi penguatan dolar. Kemudian, ketegangan di Timur Tengah yang terutama antara Israel, Libanon, serta Iran yang terus memanas dapat memantik dolar untuk menguat.


Oleh karena itu, mata uang komoditas mungkin bisa dicermati lagi bila ada perkembangan lebih lanjut mengenai informasi perang dagang AS - China. Selain itu, tensi geopolitik yang mereda dapat mengangkat mata uang komoditas.

Baca Juga: Harga Emas Stabil Setelah Mencapai Rekor Tertinggi

"Jadi tidak bisa dijadikan alasan pada saat bank sentral AS menurunkan suku bunga yang begitu agresif, kemudian dolar akan terus mengalami pelemahan," ujar Ibrahim saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (23/9).

Menurut Ibrahim, sentimen pemangkasan suku bunga mungkin cuma bertahan seminggu bagi pergerakan dolar, setelahnya dolar akan bergerak normal kembali. Sebab, pemangkasan bunga acuan tidak tentu dan dilakukan dalam sebulan atau dua bulan sekali.

Permasalahan perang dagang dan tensi politik yang meningkat dapat berdampak pada penguatan dolar AS, dan sebaliknya membuat mata uang komoditas terkoreksi. Namun demikian, koreksi mata uang komoditas ini dapat menjadi kesempatan untuk investor beli saat di posisi bawah.

Efek pemangkasan suku bunga tersebut tak dipungkiri cukup mengangkat harga-harga komoditas seperti emas, minyak hingga batubara. Sehingga, layak dipantau harga mata uang komoditas yang berpotensi naik mengikuti harga-harga komoditas.

Baca Juga: Kurs Rupiah Dipatok Rp 16.000 per Dolar AS, Intip Rekomendasi Saham Berikut

Ibrahim memaparkan, mata uang Kanada (CAD) berhubungan erat dengan pergerakan harga emas dunia dan minyak. Mata uang Selandia Baru (NZD) berkaitan juga dengan harga minyak mentah.

Sementara itu, dolar Australia (AUD) lebih berkorelasi dengan harga batubara. Kalau Swiss Franc (CHF) berkaitan dengan perekonomian yang maju, sehingga mata uang cukup stabil. Di sisi lain, CHF akan dipengaruhi keputusan Swiss National Bank (SNB) yang akan menurunkan suku bunga di pekan ini.

Secara umum, Ibrahim melihat, AUD dan NZD kemungkinan besar akan menguat sampai akhir tahun 2024. Kedua mata uang tersebut masing-masing diprediksi ke level 0.69285 dan 0.637 pada akhir tahun.

Sementara, CAD dan CHF mungkin terkoreksi ke level 1.32833 dan 0.82987. Terkhusus, CHF mungkin akan terkoreksi secara teknikal karena sudah naik tinggi.

Baca Juga: Rupiah Diprediksi Melemah pada Selasa (24/9)

Presiden Komisioner HFX International Berjangka, Sutopo Widodo mengamini bahwa penguatan mata uang komoditas merupakan korelasi dari naiknya harga komoditas. Sebab, hampir semua mata uang utama mengalami penguatan pasca penurunan dolar AS.

Namun pada pekan ini, Bank Sentral Australia (RBA) dan Swiss National Bank (SNB) akan membuat keputusan suku bunga. Kedua bank sentral tersebut diperkirakan bakal memangkas suku bunga acuannya.

"Jika keputusan dua bank sentral tersebut menurunkan suku bunga, maka mungkin AUD dan CHF berpotensi melemah," imbuh Sutopo kepada Kontan.co.id, Senin (23/9).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati