KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berinvestasi valuta asing (valas) pada dolar Amerika Serikat (AS) kurang menarik di tahun ini. Secara
year to date atau sejak awal tahun, USD/IDR terkoreksi sekitar 4,45% ke level 14.877 per dolar AS per hari ini, Rabu (12/4). Research & Education Coordinator Valbury Asia Futures Nanang Wahyudin mengatakan bahwa rupiah terus mencatat penguatan seiring dengan pelemahan dolar AS.
The greenback lesu pasca ekspektasi inflasi yang terus melandai dan fase kenaikan suku bunga Fed pun di ambang akhir kenaikan. Suku bunga Fed saat ini 5,00% dengan laju inflasi diestimasikan menuju disinflasi. Data
consumer price index (CPI) dari AS diperkirakan turun dari level 6,0% ke 5,2%. Bila sesuai dengan perkiraan, maka ruang kenaikan suku bunga Fed sebenarnya tetap ada.
Tapi hingga mencapai 5,50% perlu perhitungan yang matang, karena rawan terjadi kegaduhan seperti yang terjadi pertengahan Maret lalu ketika krisis perbankan mulai melanda AS ketika default Silicon Valley Bank (SVB) dan Signature Bank.
Baca Juga: Simak Proyeksi Rupiah untuk Perdagangan Kamis (13/4) Nanang mencermati, rupiah saat ini menguat seiring dengan meningkatnya permintaan rupiah di bulan Ramadan dan juga membaiknya ekonomi domestik. Ujian penguatan rupiah mendekati area penting di mana Rp 14.720 per dolar AS menjadi
support psikologis bagi rupiah, bila ingin berlanjut menguat ke Rp 14.440 per dolar AS dan Rp 14.080 per dolar AS. "Puncaknya ketika Fed menyampaikan langkah penghentian suku bunga dan bersikap sebaliknya untuk melakukan pemangkasan, tidak menutup kemungkinan rupiah akan diuntungkan dan berpotensi berada di level sekitar Rp 13.000 per dolar AS," kata Nanang kepada Kontan.co.id, Rabu (12/4).
Baca Juga: Menko Airlangga Sebut Ada Kemungkinan Revisi PP DHE Rampung Bulan Ini Chief Analyst DCFX Futures Lukman Leong menilai, penguatan rupiah masih didukung oleh sentimen positif data-data ekonomi, pertumbuhan ekonomi dan peningkatan cadangan devisa. Imbal hasil obligasi Surat Berharga Negara (SBN) juga masih sangat tinggi, sehingga menarik investor asing. Rupiah berpotensi menguat apabila Bank Indonesia (BI) melihat apresiasi rupiah masih wajar. Lukman menyebutkan, di tengah ekspektasi penurunan pada inflasi dan suku bunga yang sudah mendekati puncak, investor akan cenderung menimbang faktor ketidakpastian ekonomi maupun geopolitik dalam tahun ini. Nah, perlambatan pertumbuhan ekonomi ini seharusnya akan mengangkat perhatian pada mata uang
safe haven seperti dolar Singapura (SGD) dan Swiss Franc (CHF). Keduanya memiliki surplus perdagangan dan neraca berjalan yang besar berkepanjangan.
Baca Juga: Rupiah Jisdor Menguat 0,15% ke Rp 14.866 Per Dolar AS Pada Rabu (12/4) Lukman memprediksikan SGD/IDR bisa mencapai level Rp 11600, sementara CHF/IDR bisa berada di Rp 16.800 di akhir tahun 2023. Dolar Hong Kong (HKD) juga layak dipantau karena dolar Hongkong dipatok ke dolar AS (USD) yang punya potensi menguat. Level suku bunga Hong Kong juga lebih tinggi dari dolar AS di 5.25%, hanya sedikit lebih rendah dari suku bunga Bank Indonesia (BI). HKD pun ditopang oleh cadangan devisa yang besar US$ 430 miliar atau setara dengan 115% produk domestik bruto (PDB) Hongkong. Otoritas keuangan Hong Kong (HKMA) diperkirakan masih akan nyaman mempertahankan level peg ini. HKD/IDR di akhir tahun diperkirakan bakal menemui level Rp 1.770. "Namun perlu diingat, rupiah diperkirakan akan menguat terhadap USD, begitu pula terhadap HKD," ujar Lukman.
Baca Juga: Rupiah Spot Menguat 0,04% ke Rp 14.880 Per Dolar AS Pada Rabu (12/4) Nanang mencermati, ruang kenaikan suku bunga AS sudah mencapai puncaknya, bila sesuai dengan kondisi saat inflasi mulai menurun dan pasar tenaga kerja yang juga turun. Kondisi pelemahan dolar AS tersebut secara bersamaan mengangkat pamor mata uang rival yaitu euro (EUR) dan poundsterling (GBP) yang berpotensi menguat.
"Prospek kenaikan suku bunga kedua bank sentral utama tersebut ECB dan BOE juga masih akan berlanjut menjadi pendorong kenaikan kurs mata uang terkait," imbuh Nanang. Nanang memproyeksikan, GBP/IDR akan tetap bertahan pada Rp 18.000. Sedangkan EUR/IDR diperkirakan akan bertahan pada level Rp 16.000. Pada kondisi saat ini, Lukman menyarankan investor untuk menghindari aset dan mata uang berisiko. Tetapi khusus rupiah masih memiliki prospek bagus seiring dengan surplus perdagangan dan peningkatan cadangan devisa. Imbal hasil SBN pun masih memberikan
return yang relatif tinggi. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati