KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Bank of Japan (BoJ) memutuskan untuk mengakhiri kebijakan suku bunga negatif pada Senin (18/3). Keputusan ini salah satunya akan bermanfaat bagi pergerakan nilai tukar Japanese Yen (JPY). Analyst PT Finex Bisnis Solusi Future Brahmantya Himawan mengatakan, langkah Bank sentral Jepang yang akan mengakhiri kebijakan moneter ultra longgarnya sudah sesuai dengan prediksi pasar. Dimana, suku bunga BoJ naik menjadi kisaran 0%-0,1%, dari sebelumnya di level negatif -0,1% yang merupakan level terendah selama delapan tahun terakhir. Bram menyebutkan, langkah BoJ mengerek suku bunga ini merupakan awal dari stimulus penguatan Yen, meski nada saat ini masih
dovish dan kenaikan masih dalam kisaran 0%. Dengan kata lain, kebijakan saat ini juga belum akan berdampak bagi pergerakan mata uang Yen dan menunggu kenaikan suku bunga selanjutnya yang bernada
hawkish. “Pastinya kebijakan Bank Sentral Jepang ini bisa meningkatkan keterpurukan yen, namun masih harus keluar dari kenaikan nol persen,” ungkap Bram saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (20/3). Namun jauh sebelum itu terjadi, bank sentral Jepang mungkin akan memperhatikan terlebih dahulu keputusan FOMC The Fed sebagai kompas arah seluruh bank sentral dalam menentukan suku bunganya. Dengan begitu sikap BOJ akan jelas apakah akan tetap longgar atau ketat.
Baca Juga: Rupiah Melemah ke Rp 15.723 Per Dolar AS, Rabu (20/3) Setelah BI Menahan BI Rate Bram menuturkan, saat ini Jepang akan lebih banyak diserbu oleh para Imigran yang ingin bekerja di negeri Sakura tersebut salah satu mungkin dari Indonesia. Hal itu karena adanya kenaikan gaji yang akan menambah dan meningkatkan angkatankerja, sehingga berimplikasi terhadap perputaran ekonomi dan mendorong penguatan Yen Jepang. Di samping itu, lanjut Bram, adanya kenaikan upah di Jepang akan menumbuhkan minat konsumsi yang lebih tinggi, sehingga baik untuk negara tetangganya di kawasan Asia. Ekspor Indonesia juga potensial meningkat dengan baik seiring pemulihan ekonomi Jepang. Pengamat Mata Uang Lukman Leong mencermati, investor justru merespons negatif pada perubahan kebijakan Bank of Japan yang dianggap tidak signifikan. Pasalnya, kebijakan ini dianggap terlambat mengingat posisi yen Jepang sudah tersungkur. Yen Jepang telah melemah tajam terhadap dolar AS oleh divergensi kebijakan suku bunga dalam beberapa tahun terakhir. Sementara, kebijakan baru ini tidak akan berdampak signifikan mengingat perbedaan imbal hasil antara BoJ dan the Fed masih terlalu jauh. “Investor juga melihat apabila BoJ itu terlalu berhati-hati dan pelan dalam menuju ke arah kebijakan yang lebih ketat,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Rabu (20/3).
Baca Juga: Melemah Lagi, Rupiah Nantikan Isyarat Suku Bunga Fed pada Perdagangan Kamis (21/3) Lukman berujar, terakhir kali Bank sentral Jepang melakukan pengetatan itu adalah menaikkan JGB
yield curve, dan dilakukan sudah lebih dari setahun yang lalu. Sehingga, investor berasumsi kalau tindakan BoJ berikutnya mungkin akan memerlukan waktu setahun lamanya.
Oleh karena itu, Lukman menilai bahwa Japanese Yen (JPY) diperkirakan tidak akan bisa menguat lebih dari 145 per dolar AS berdasarkan perkembangan terkini. Apalagi perkembangan dari AS akhir-akhir ini menunjukkan resistensi pada harga dan angka-angka ekonomi yang lebih kuat dari perkiraan. Untuk dampak positif yang lebih besar, Lukman melihat, paling tidak BoJ perlu menaikkan suku bunga minimal 50bps seperti yang terjadi pada tahun 1997 dan 2007. Dia memperkirakan, USDJPY masih akan tertekan dalam rentang 145-155 di tahun 2024. Sementara yen terhadap rupiah diperkirakan dalam rentang Rp 95 per yen-Rp 105 per yen. Sementara itu, Bram mencermati adanya potensi menguat untuk JPY namun tetap menanti kebijakan suku bunga BoJ lebih lanjut. Penguatan yen Jepang akan terkonfirmasi jika USDJPY sudah di bawah angka psikologis 150, yang berpotensi dapat menuju ke kisaran harga 140. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati