KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah perbaikan ekonomi pasca pandemi covid-19, industri multifinance perlahan mulai pulih. Beberapa emiten multifinance yang telah melaporkan laporan keuangan, mayoritas mencatatkan pertumbuhan. Sebut saja, PT Fuji Finance Indonesia Tbk (FUJI) yang mencatat ada kenaikan laba sekitar 3,91% yoy menjadi Rp 6,88 miliar. Angka tersebut naik dari tahun sebelumnya yang senilai Rp 6,62 miliar. Ada juga, PT Batavia Prosperindo Finance Tbk (BPFI) yang juga mencatatkan kinerja positif di Semester I-2022. Pada separuh pertama tahun ini, perusahaan mencatat kenaikan laba 70,24% yoy atau senilai Rp Rp 26,71 miliar.
Peningakatan dari multifinance yang bakal diakuisisi perusahaan asal Korea ini lebih banyak ditopang oleh efisiensi yang dilakukan perusahaan, dimana beban usaha perusahaan tercatat turun 20,24% yoy di periode tersebut. Adapun, beban usaha perusahaan senilai Rp 100,74 miliar.
Baca Juga: Multifinance Jaga Optimisme untuk Memenuhi Target Laba Di sisi lain, ada PT Clipan Finance Indonesia Tbk (CFIN) yang justru mencatat labanya anjlok hingga 88,82% yoy atau senilai Rp 10,08 miliar. Direktur Utama Clipan Finance Harjanto Tjitohardjojo bilang penurunan laba paling banyak karena penambahan pencadangan karena tahun 2021 sempat melakukan hapus buku atau write off akibat pandemi. “Ada akun-akun bermasalah yang harus disiapkan pencadangannya. kalau-kalau diperlukan
write off,” ujar Harjanto. Oleh karenanya, Harjanto optimistis Clipan Finance masih bisa mencapai target laba tahun ini senilai Rp 144 miliar. Rinciannya, laba di kuartal III nanti bisa mencapai Rp 70 miliar hingga Rp 80 miliar dan di kuartal terakhir tahun ini bisa mencapai di atas Rp 100 miliar menuju target Rp 144 miliar. Dari beberapa emiten yang telah melaporkan kinerja tersebut, Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Abdul Aziz bilang secara kinerja saham, saham CFIN dan BPFI masih menarik untuk di cermati karena volatilitas pergerakan sahamnya masih cenderung wajar. “Bisa dicermati tetapi menunggu momentum adanya
technical rebound, secara valuasi kedua saham ini masih cenderung murah dan dapat dikoleksi jangka pendek hingga menengah,” ujar Aziz kepada KONTAN, Rabu (27/7). “Tetap perhatikan resiko volatilitas harga yang tinggi,” imbuh Aziz. Secara umum, Aziz melihat sejatinya industri multifinance saat ini terlihat menarik. Alasannya, didorong dengan pemulihan ekonomi dan pemulihan penyaluran kredit membuat industri multifinance membaik.
Baca Juga: Mandala Finance Undur Penerbitan Obligasi yang Ditargetkan Senilai Rp 500 Miliar Sementara itu, Vice President Infovesta Utama Wawan Hendrayana sependapat bahwa dengan perbaikan ekonomi dan kenaikan penjualan kendaraan bermotor, otomatis kinerja dari pada multifinance ini seharusnya baik. Hanya saja, Wawan berpendapat industri ini masih dibayangi dengan kekhawatiran kredit macet terutama ketika ekonomi tiba-tiba bergerak di luar ekspetasi atau misalnya dari sisi pembatasan kembali aktivitas masyarakat oleh kenaikan angka Covid-19. Namun, ia melihat kinerja positif harusnya masih bisa dicatat setidaknya hingga kuartal III-2022. Meskipun secara prospek dari emiten multifinance baik, Wawan mengingatkan kalau untuk melihat saham sektor ini juga perlu dilihat dari sisi fundamental perusahaan serta likuiditas sahamnya. Sayangnya, Wawan melihat sisi likuiditas dari sektor multifinance ini kurang menarik karena secara kapitalisasi rata-rata kecil. Ditambah fundamental masing-masing emiten itu berbeda-beda. “Jadi kalau investor mau masuk ke sektor ini ya kalau pertimbangan dari tiga tadi yang menarik prospeknya aja nih. Kalau fundamental dan dari sisi likuiditas itu yang harus dipertimbangkan,” imbuhnya. Wawan juga menyoroti saham BPFI yang bakal diakuisisi oleh perusahaan asal Korea yang menurutnya itu langkah untuk ekspansi dan bersifat jangka panjang. Sehingga kalau mau ikut masuk harus mempertimbangkan jangka panjang juga.
“Tapi ya tadi resiko utama itu ya tetap pada kalau sekarang apakah pertumbuhan ekonomi akan sesuai target atau tidak,” imbuhnya. Uuntuk saham di sektor multifinance, Wawan lebih merekomendasikan saham PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk (ADMF) yang merupakan anak usaha dari Bank Danamon. Sebab, emiten ini konsisten memberikan dividen yang besar. “Tapi ADMF itu pergerakan sahamnya bisa dibilang tidak kemana-mana, tapi yang bisa diharapkan ya dividennya. Bisa 5% hingga 6% itu dividennya lebih tinggi dari deposito tiap tahun,” pungkasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News