Mau swasembada kedelai? Ini permintaan para petani



JAKARTA. Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) mendesak pemerintah untuk menyelesaikan persoalan carut-marut yang terjadi pada komoditas kedelai. Akibat carut-marut tersebut, petani menjadi enggan menanam kedelai. Manager Advokasi dan Jaringan KRKP, Said Abdullah menyatakan, persoalan kedelai yang dihadapi saat ini pemicunya sudah muncul sejak 20 tahun lalu. Saat itu, importasi kedelai sudah dibuka untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Namun, di saat yang bersamaan, konversi lahan untuk kedelai juga mulai terjadi. "Pemerintah mengeluarkan paket kebijakan kedelai. Tapi kebijakannya lebih mengarah kepada importir dan pengusaha tahu tempe. Itu sama sekali tidak pro kepada petani," ujar Said, Rabu (25/9). Menurut Said, pemerintah telah keliru dengan membebaskan bea masuk 0% impor kedelai. Karena, hal itu justru menjadi beban bagi petani kedelai. Alhasil, pendapatan petani kedelai turun dan mereka pun enggan menanam lagi. Untuk itu, Said meminta pemerintah harus serius melindungi petani kedelai ini jika target swasembada kedelai 2014 masih ingin dicapai.

Alur kebijakan tidak mengarah swasembada Petani dan penangkar benih kedelai di Nganjuk, Timin Kartodihardjo mengatakan, pada tahun 2009 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pernah datang ke Nganjuk, Jawa Timur, untuk melihat langsung lahan kedelai. Saat itu SBYmenjanjikan bahwa Indonesia akan swasembada kedelai pada 2014. "Tetapi sejak saat itu hingga sekarang, alur kebijakannya tidak menuju ke arah swasembada. Mekanisme kebijakan menjadi lebih rumit. Contohnya kebijakan bantuan benih, pupuk, dan pestisida, semuanya malah tidak efektif karena benih yang disubsidi asal-asalan," keluhnya. Timin mengatakan, cita-cita swasembada kedelai dengan benih dan hasil produksi yang berkualitas buat petani bisa dilakukan asalkan pemerintah memberi jaminan harganya.

Dia bilang, jaminan harga kepada petani ini penting karena lahan kedelai tidak bertambah, bahkan cenderung berkurang. Padahal, petani juga memiliki hak untuk menanam komoditas yang dianggap menguntungkan. "Makanya petani lebih bergairah menanam jagung ketimbang kedelai karena alasan yang lebih menguntungkan," katanya. Ahmad Shaiku, petani kedelai lainnya asal Nganjuk menimpali, pemerintah wajib memberdayakan petani kedelai dengan adanya jaminan harga. Menurutnya, petani kedelai tak perlu subsidi untuk meningkatkan produksi mereka. Misalnya, subsidi pupuk, mesin, dan lain sebagainya. "Kami hanya butuh perlindungan harga. Idealnya harga kedelai itu 1,5 kali harga beras atau Rp 10.000 per kilogram (kg)," kata Ahmad. Ahmad mengungkapkan, untuk memproduksi 1 kg kedelai dibutuhkan biaya produksi sekitar Rp 7.150. Untuk itu, ia menilai, sangat miris jika harga dasar kedelai yang ditetapkan pemerintah cuma Rp 7.000 per kg. Imbasnya pun sudah jelas petani enggan menanam kedelai.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan