JAKARTA. Banyak sekali gejolak ekonomi yang terjadi sepanjang tahun 2013 lalu. Namun, seakan kebal, kondisi tersebut tidak membuat kinerja PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA), PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT), PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI), dan PT PP (Persero) Tbk (PTPP) terganggu.WIKA membukukan kenaikan pendapatan dan laba bersihnya sebesar 20% masing-masing menjadi Rp 11,88 triliun dan Rp 569,54 miliar. Sementara marjin laba bersihnya stabil pada angka sekitar 5%.Lalu, WSKT mencatat kenaikan pendapatan dan laba bersih masing-masing 10% menjadi Rp 9,68 triliun dan 45% menjadi Rp 367,97 miliar. Marjin laba bersihnya sebesar 3,79% untuk tahun 2013 dan sebesar 2,88% untuk tahun 2012.Lalu, kenaikan pendapatan dan laba bersih ADHI masing-masing tercatat sebesar 28% menjadi Rp 9,8 triliun dan 92% menjadi Rp 406,98 miliar. Adapun posisi marjin laba bersihnya untuk tahun 2013 sebesar 4,14 dari sebelumnya 2,77 pada tahun 2012.Terakhir, PTPP membukukan kenaikan pendapatan dan laba bersih masing-masing 46% menjadi Rp 11,65 triliun dan 36% menjadi Rp 420,72 miliar. Marjin laba bersihnya turun menjadi 3,6% dari sebelumnya 3,86%.Head of Equity Research Samuel Sekuritas, Adrianus Bias Prasurya bilang, inisiatif untuk menggenjot lini bisnis properti menjadi salah satu katalisator atas tetap kinerja keempat emiten pelat merah tersebut meski gejolak ekonomi tahun lalu banyak terjadi. "Soalnya, bisnis properti punya marjin yang kebih tebal," imbuhnya, (7/3).Di sisi lain, emiten konstruksi BUMN tersebut memiliki skema eskalasi biaya yang dapat dialihkan atau pass trough ke pemerintah, khususnya proyek yang memiliki jangka waktu lebih dari satu tahun atau multiyears. Sehingga, volatilitas pergerakan rupiah yang terjadi sepanjang tahun lalu tidak menjadi gangguan besar bagi kinerja mereka, bahkan justru menjadi salah satu vitamin kinerja karena mereka bisa memperoleh laba selisih kurs lebih besar."Selain properti, bisnis EPC seperti yang dimiliki WIKA dan ADHI juga memiliki marjin tinggi, sehingga jika dimaksimalkan maka kinerja emiten-emiten tersebut bisa menjadi lebih maksimal ke depannya," jelas Adrianus.Untuk tahun ini, prospek kinerja emiten konstruksi, khususnya empat emiten BUMN tersebut harus dikaitkan dengan dimulainya momen penyelenggaraan pemilu. Pemilu yang terselenggara dengan baik dan aman memang menjadi sentimen segar bagi hampir segala sektor industri."Tapi, karena momen juga banyak proyek-proyek pemerintah yang tertunda dan ini juga menjadi pengaruh bagi empat emiten itu," tandas Reza Nugraha, analis MNC Securities kepada KONTAN.Kendati demikian, melihat indikator-indikator makro seperti rupiah yang cenderung menguat belakangan ini dan program MP3EI dari pemerintah maka makro Indonesia tahun ini diproyeksikan bisa menjadi lebih stabil. Reza bilang, secara umum industri konstruksi di dalam negeri masih bisa tumbuh sekitar 30% tahun ini.Tapi, jika berbicara soal sentimen rupiah, kembali cermati kinerja ADHI. Lompatan marjin laba bersih ADHI tahun lalu itu dipicu oleh laba selisih kurs dan penjualan aset. Nah, dua pemicu tersbut belum tentu bisa kembali terulang untuk tahun ini, alias hanya akan terjadi untuk jangka pendek.Oleh sebab itu, dari keempat emiten tersebut, Reza lebih merekomendasikan saham WIKA. Sebab, emiten ini memiliki portofolio bisnis yang merata. "Apalagi, Wika Beton IPO, dan sebagian dananya bisa digunakan untuk bayar utang sehingga laba bersih WIKA bisa lebih bagus," pungkasnya.Reza menambahkan, target harga saham WIKA Rp 2.450 per saham. Lalu, target harga saham WSKT, ADHI, dan PTPP masing-masing sebesar Rp 850 per saham, Rp 2.680 per saham, dan Rp 1.800 per saham.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Mau tahu prospek emiten konstruksi pelat merah?
JAKARTA. Banyak sekali gejolak ekonomi yang terjadi sepanjang tahun 2013 lalu. Namun, seakan kebal, kondisi tersebut tidak membuat kinerja PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA), PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT), PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI), dan PT PP (Persero) Tbk (PTPP) terganggu.WIKA membukukan kenaikan pendapatan dan laba bersihnya sebesar 20% masing-masing menjadi Rp 11,88 triliun dan Rp 569,54 miliar. Sementara marjin laba bersihnya stabil pada angka sekitar 5%.Lalu, WSKT mencatat kenaikan pendapatan dan laba bersih masing-masing 10% menjadi Rp 9,68 triliun dan 45% menjadi Rp 367,97 miliar. Marjin laba bersihnya sebesar 3,79% untuk tahun 2013 dan sebesar 2,88% untuk tahun 2012.Lalu, kenaikan pendapatan dan laba bersih ADHI masing-masing tercatat sebesar 28% menjadi Rp 9,8 triliun dan 92% menjadi Rp 406,98 miliar. Adapun posisi marjin laba bersihnya untuk tahun 2013 sebesar 4,14 dari sebelumnya 2,77 pada tahun 2012.Terakhir, PTPP membukukan kenaikan pendapatan dan laba bersih masing-masing 46% menjadi Rp 11,65 triliun dan 36% menjadi Rp 420,72 miliar. Marjin laba bersihnya turun menjadi 3,6% dari sebelumnya 3,86%.Head of Equity Research Samuel Sekuritas, Adrianus Bias Prasurya bilang, inisiatif untuk menggenjot lini bisnis properti menjadi salah satu katalisator atas tetap kinerja keempat emiten pelat merah tersebut meski gejolak ekonomi tahun lalu banyak terjadi. "Soalnya, bisnis properti punya marjin yang kebih tebal," imbuhnya, (7/3).Di sisi lain, emiten konstruksi BUMN tersebut memiliki skema eskalasi biaya yang dapat dialihkan atau pass trough ke pemerintah, khususnya proyek yang memiliki jangka waktu lebih dari satu tahun atau multiyears. Sehingga, volatilitas pergerakan rupiah yang terjadi sepanjang tahun lalu tidak menjadi gangguan besar bagi kinerja mereka, bahkan justru menjadi salah satu vitamin kinerja karena mereka bisa memperoleh laba selisih kurs lebih besar."Selain properti, bisnis EPC seperti yang dimiliki WIKA dan ADHI juga memiliki marjin tinggi, sehingga jika dimaksimalkan maka kinerja emiten-emiten tersebut bisa menjadi lebih maksimal ke depannya," jelas Adrianus.Untuk tahun ini, prospek kinerja emiten konstruksi, khususnya empat emiten BUMN tersebut harus dikaitkan dengan dimulainya momen penyelenggaraan pemilu. Pemilu yang terselenggara dengan baik dan aman memang menjadi sentimen segar bagi hampir segala sektor industri."Tapi, karena momen juga banyak proyek-proyek pemerintah yang tertunda dan ini juga menjadi pengaruh bagi empat emiten itu," tandas Reza Nugraha, analis MNC Securities kepada KONTAN.Kendati demikian, melihat indikator-indikator makro seperti rupiah yang cenderung menguat belakangan ini dan program MP3EI dari pemerintah maka makro Indonesia tahun ini diproyeksikan bisa menjadi lebih stabil. Reza bilang, secara umum industri konstruksi di dalam negeri masih bisa tumbuh sekitar 30% tahun ini.Tapi, jika berbicara soal sentimen rupiah, kembali cermati kinerja ADHI. Lompatan marjin laba bersih ADHI tahun lalu itu dipicu oleh laba selisih kurs dan penjualan aset. Nah, dua pemicu tersbut belum tentu bisa kembali terulang untuk tahun ini, alias hanya akan terjadi untuk jangka pendek.Oleh sebab itu, dari keempat emiten tersebut, Reza lebih merekomendasikan saham WIKA. Sebab, emiten ini memiliki portofolio bisnis yang merata. "Apalagi, Wika Beton IPO, dan sebagian dananya bisa digunakan untuk bayar utang sehingga laba bersih WIKA bisa lebih bagus," pungkasnya.Reza menambahkan, target harga saham WIKA Rp 2.450 per saham. Lalu, target harga saham WSKT, ADHI, dan PTPP masing-masing sebesar Rp 850 per saham, Rp 2.680 per saham, dan Rp 1.800 per saham.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News