Maybank tetap dekap WOM Finance di 2017



JAKARTA. PT Bank Maybank Indonesia Tbk memilih untuk tetap mendekap WOM Finance sebagai anak usaha pasca PT Reliance Capital Management batal mengakuisisi WOM Finance. Bank milik investor Malaysia ini tidak akan menjual saham WOM Finance hingga akhir tahun 2017.

"Untuk tahun 2018 belum ada rencana aksi korporasi. Jika ada perubahan akan kami kabarkan," kata Direktur Keuangan Bank Maybank Indonesia Thila Nadason, belum lama ini. Selanjutnya, bank berkode saham BNII akan fokus pada bisnis organik yang sedang tersendat karena pertumbuhan ekonomi lambat.

Kondisi tersebut membuat Maybank Indonesia telah melakukan revisi kredit dan dana pihak ketiga (DPK) di semester II. Pasalnya, pertumbuhan pinjaman dan pendanaan tak mencapai dua digit di semester I-2017. "Kami melakukan revisi sekitar 1%-1,5% untuk kredit dan DPK," tambahnya.


BNII mengharapkan pertumbuhan kredit dan DPK mencapai 10% di tahun 2017 ini. Target tersebut realistis mengingat realisasi kredit turun 2,93% menjadi Rp 91,23 triliun per Mei 2017 dibandingkan posisi Rp 93,99 triliun per Mei 2016, serta DPK minus 0,43% menjadi Rp 105,26 triliun per Mei 2017 dibandingkan posisi Rp 105,71 triliun per Mei 2016.

Thila bilang, segmen kredit ritel seperti kredit pemilikan rumah (KPR) sebagai penghambat penyaluran kredit di semester I, karena daya beli konsumen rendah. Sedangkan kredit otomotif dan kredit infrastruktur masih terjadi permintaan kredit di Maybank Indonesia.

Untuk mendukung penyaluran kredit, Maybank Indonesia akan mengandalkan wholesale funding selain dari sumber dana ritel. Bank yang sebelumnya bernama BII ini telah menerbitkan negotiable certificate of deposit (NCD) senilai Rp 330 miliar.

NCD ini terdiri dari seri A dengan jumlah Rp 300 miliar berjangka waktu 365 hari dan tingkat diskonto 7,20%. Kemudian, seri B dengan nilai Rp 300 miliar berjangka waktu 18 bulan dan tingkat diskonto 7,35%.

Lanjutnya, Maybank Indonesia berencana untuk menerbitkan obligasi sekitar Rp 600 miliar-Rp 1 triliun sekitar bulan Juli 2017 ini. Sedangkan keinginan untuk menerbitkan hak memesan efek terlebih dahulu atau rights issue akan dilakukan di tahun 2018 dengan pertimbangkan pertumbuhan kredit.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie