KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten yang berbisnis di industri kimia mencetak kinerja yang beragam dalam periode sembilan bulan 2023. Mayoritas tertekan, meski ada yang berhasil membenahi posisi
bottom line. Emiten dari grup bisnis taipan Prajogo Pangestu, PT Barito Pacific Tbk (
BRPT) dan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (
TPIA) punya kinerja yang terbilang cemerlang. Laba bersih BRPT meroket 217,45% secara tahunan menjadi US$ 35,84 juta, sementara TPIA memangkas rugi bersih 80,83% menjadi US$ 21,38 juta. Capaian itu justru terjadi ketika
top line keduanya kompak merosot. BRPT meraup pendapatan US$ 2,11 miliar atau turun 10,97%, sedangkan pendapatan TPIA merosot 14,43% menjadi US$ 1,66 miliar hingga akhir September 2023.
Head of Investor Relations Barito Pacific, Pandu Anugerah mengungkapkan penurunan pendapatan sejalan dengan harga jual rata-rata petrokimia yang masih terdampak gangguan keseimbangan pasokan dan permintaan global. Meski begitu, pemulihan operasional yang dilakukan Barito Grup mampu menghasilkan margin EBITDA yang lebih tinggi bagi BRPT.
Baca Juga: Usai Diakuisisi, Petrosea (PTRO) akan Jadi Anak Usaha Petrindo Jaya (CUAN) Pandu menyampaikan, margin EBITDA hingga kuartal III mencapai 20,1% dibandingkan 14,5% pada periode yang sama tahun lalu. "Meskipun pendapatan yang lebih rendah, pemulihan operasional di segmen petrokimia dan geothermal yang stabil memungkinkan kami mencatat pertumbuhan EBITDA," kata Pandhu kepada Kontan.co.id, Selasa (7/11). Direktur Chandra Asri Suryandi menerangkan, TPIA mampu memangkas beban pokok akibat harga bahan baku yang lebih rendah. Harga rata-rata naphtha sepanjang sembilan bulan 2023 mencapai US$ 645 per ton, dibandingkan US$ 902 per ton dalam sembilan bulan 2022. Hal ini dipicu oleh penurunan harga minyak mentah Brent sebesar 18,6%. Lain cerita dengan PT Essa Industries Indonesia Tbk (
ESSA).
Top line maupun
bottom line ESSA kompak anjlok. ESSA meraup pendapatan US$ 232,63 juta hingga September 2023, turun 58,23% secara tahunan. Dari jumlah itu, emiten yang terafiliasi dengan Garibaldi "Boy" Thohir ini mengantongi laba bersih US$ 9,76 juta, ambles 90,67%.
Baca Juga: Petrindo Jaya Kreasi (CUAN) Milik Prajogo Pangestu Akuisisi 34% saham Petrosea (PTRO) Direktur Utama ESSA Kanishk Laroya menyampaikan penurunan pendapatan terutama didorong oleh merosotnya harga komoditas. Apalagi ketika dibandingkan dengan tingkat harga amoniak dan LPG pada tahun 2022 yang kala itu berada di level tinggi. Secara operasional, ESSA juga melakukan jadwal pemeliharaan pabrik amoniak selama tiga minggu pada kuartal I-2023. Meski begitu, ESSA mengestimasikan ada perbaikan kinerja di penghujung tahun 2023.
Dorongan datang dari harga amoniak dan LPG yang melonjak lebih dari 100% sejak akhir September dibandingkan level harga terendah pada Mei 2023. "Dampaknya akan tercermin pada laporan keuangan kuartal IV," kata Laroya. ESSA juga fokus pada pengurangan biaya yang terkendali, sembari beradaptasi terhadap kebutuhan industri yang terus berkembang. "Selain fokus pada pencapaian keunggulan operasional dan disiplin biaya, kami juga secara aktif menjajaki peluang di industri hilir," imbuh Loraya.
Baca Juga: Raih Untung Besar, Inilah Saham Blue Chip yang Prospek Bagus Untuk Investasi Senasib dengan ESSA, kinerja sejumlah emiten kimia juga tertekan. Seperti dialami oleh PT Lautan Luas Tbk (
LTLS) dan PT Chemstar Indonesia Tbk (
CHEM) yang pendapatan dan laba bersihnya kompak merosot. Direktur CHEM Wenty Akbar Rasjid memandang outlook industri kimia masih terbilang apik. Hanya saja, prospeknya akan tergantung dari segmen produk yang digarap. Segmen kimia yang terkait dengan energi prospeknya lebih apik ketimbang segmen lain, terutama untuk industri tekstil. CHEM pun telah melebarkan sayap bisnisnya untuk menjual produk ke sektor energi. "Kami harapkan bisa menambah omzet, dan bisa mengejar target revenue pada kuartal IV ini. Proyeksi full year 2023 masih sesuai target, kira-kira di Rp 130 miliar," ungkap Wenty.
Editor: Noverius Laoli