KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mayoritas emiten batubara yang telah merilis laporan keuangan tahun buku 2023 membukukan penurunan kinerja. Teranyar, ada PT Bukit Asam Tbk (PTBA) yang hanya mampu mengantongi laba bersih sebesar Rp 6,10 triliun. Melansir laporan keuangan per 31 Desember 2023, artinya raihan tersebut melorot 51,41% secara tahunan atau
year on year (YoY). Padahal pada 2022, PTBA berhasil membukukan laba bersih Rp 12,56 triliun. Penyebabnya ialah penurunan pendapatan yang diterima emiten tambang batubara ini. Sepanjang 2023, PTBA mencatatkan pendapatan sebesar Rp 38,48 triliun yang melorot 9,75% YoY dari Rp 42,64 triliun di 2022.
Beban pokok pendapatan yang ditanggung PTBA juga terpantau membengkak. PTBA harus menanggung beban pokok pendapatan sebesar Rp 29,33 triliun yang naik 18,83% secara tahunan.
Baca Juga: BRI Danareksa Sekuritas Revisi Naik Target Harga MEDC, Begini Ulasannya Equity Research Analyst Panin Sekuritas Felix Darmawan menjelaskan kenaikan beban PTBA ini memang karena adanya peningkatan produksi sehingga membutuhkan biaya operasional yang lebih. "Kinerja PTBA masih akan bergantung pada fluktuasi harga batubara global, tetapi kami memandang positif jika PTBA dapat kembali menaikkan produksi di tahun ini," jelas dia saat dihubungi Kontan, Selasa (5/3). Adapun total produksi batubara PTBA pada Januari hingga Desember 2023 mencapai 41,9 juta ton. Angka ini tumbuh 13% dibanding tahun 2022 yang sebesar 37,1 juta ton. Setali tiga uang, kinerja PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) mengalami penurunan sepanjang 2023. Laba bersih ITMG menyusut hingga 58,30% secara tahunan menjadi US$ 500,33 juta per akhir 2023. Dari sisi
top line, ITMG mengantongi pendapatan senilai US$ 2,37 miliar di 2023. Realisasi ini menurun 35% YoY bila dibandingkan dengan pendapatan di 2022 sebesar US$ 3,63 miliar. Kemudian ada PT Adaro Energy Tbk (ADRO) yang membukukan laba yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk senilai US$ 1,64 miliar. Ini ambles 34,17% YoY dari US$ 2,49 miliar. Jika ditelisik, kontrak pada laba bersih ADRO sejalan dengan kontraksi pada pendapatan. ADRO membukukan pendapatan US$ 6,51 miliar sepanjang 2023 yang turun 20% secara tahunan. Felix mengatakan harga batubara tahun ini relatif akan terjadi normalisasi dengan rata-rata di kisaran US$ 115-US$ 120 per ton. Ini seiringan dengan peningkatan produksi yang masif dari dalam negeri.
Baca Juga: Laba PTPP Naik 77%, Simak Prospek Bisnis dan Rekomendasi Sahamnya "Normalisasi juga terjadi akibat adanya peningkatan batubara dari konsumen besar secara global seperti India dan China seiring kenaikan kebutuhan PLTU," tuturnya.
Rizkia Darmawan,
Equity Research Analyst Mirae Asset Sekuritas berasumsi harga batubara juga tidak akan naik tinggi sepanjang tahun ini atau setidaknya tidak akan lebih dari level US$ 150 per ton. Meski begitu, Darma menilai tekanan dari harga jual global sudah mulai mengalami normalisasi. Dus, Mirae Asset Sekuritas masih menyematkan peringkat netral untuk sektor batubara. Adapun Mirae Asset Sekuritas merekomendasikan
hold PTBA. Untuk target harga, Darma masih mempertahankan target di Rp 2.450. Walaupun PTBA parkir di level Rp 2.740 per saham pada Selasa (5/3). Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi