Mayoritas Mata Uang Asia Melemah, Intip Prospeknya di Pekan Ini



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mayoritas mata uang Asia melemah pada pekan pekan lalu. Sentimen perang dagang dan hasil rapat Bank of Japan (BoJ) menjadi penekannya.

Akhir pekan kemarin, di Asia, mayoritas mata uang melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Rupiah memimpin pelemahan mata uang Asia terhadap dolar AS dengan penurunan 0,86%.

Selanjutnya disusul yen Jepang yang melemah 0,40%, won Korea melemah 0,38%, dolar Singapura melemah 0,13%, dan ringgit Malaysia melemah 0,12%. Lalu ada pesso Filipina yang melemah 0,08%, yuan China melemah 0,04%, dolar Taiwan melemah 0,03% dan baht Thailand melemah 0,03% terhadap dolar AS.


Direktur Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi mengatakan, pelemahan mata uang Asia disebabkan adanya perang dagang. Mata uang Asia melemah usai Uni Eropa memberikan tarif bea impor sebesar 17% untuk produk otomotif, khususnya mobil dan aki listrik dari China.

Baca Juga: Investor Gerah Dengar Kabar dari RI, Rupiah di Level Paling Lemah Sejak April 2020

"Sentimen itu masih akan berlanjut pekan ini, sehingga mata uang Asia masih akan melemah," ujarnya kepada Kontan.co.id, Senin (17/6).

Meski begitu, ia menilai dolar Singapura dan rupiah masih menarik untuk dicermati pada pekan depan. Ibrahim menilai, dolar Singapura didukung fundamental ekonomi yang cukup baik dan untuk rupiah pergerakannya diperkirakan terdukung oleh libur pada Senin dan Selasa ini.

Pengamat Komoditas dan Mata Uang, Lukman Leong menambahkan, melemahnya mata uang Asia karena respon negatif pasar atas rapat BoJ. "Rapat BoJ ditanggapi pesimis oleh investor, menambah tekanan pada mata uang regional," sambungnya.

Meski begitu, Lukman lebih optimis mata uang Asia akan rebound bersamaan pada pekan ini. Sebab, inflasi konsumen dan produsen telah turun lebih besar dari perkiraan karena harga minyak dunia yang turun, dan imbal hasil obligasi AS 10 tahun yang masih turun dan mecapai level terendah dalam 1,5 bulan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Putri Werdiningsih