Mayoritas saham rokok turun pada awal Juli 2021, simak prospeknya menurut analis



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat, saham-saham rokok kembali mencatatkan kinerja negatif. Dalam seminggu ke belakang, PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) turun 4,18%, PT Gudang Garam Tbk (GGRM) minus 8,2%, dan PT Bentoel International Investama Tbk (RMBA) terkoreksi 6,52%.

Sementara secara year to date (ytd) sampai dengan Kamis (8/7), HMSP merosot 23,92% menjadi Rp 1.145 per saham, GGRM minus 1,04% ke Rp 40.575, dan RMBA terkoreksi 24,12% menjadi Rp 258 per saham. Hanya PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM) yang naik 2,70% dalam seminggu dan 5,56% ytd menjadi Rp 570 per saham.

Meskipun begitu, Analis Samuel Sekuritas Yosua Zisokhi menilai, PPKM Darurat kali ini tidak menjadi sentimen utama yang memberatkan pergerakan saham-saham rokok. Pasalnya, PPKM Darurat tidak secara signifikan mempengaruhi konsumsi rokok dan hanya diberlakukan dalam jangka pendek.


Menurut Yosua, yang menjadi kekhawatiran utama investor adalah efek pandemi berkelanjutan terhadap daya beli konsumen ke depannya. "Jika pendemi berkepanjangan, maka bukan tidak mungkin daya beli masyarakat kembali melemah sehingga berpengaruh negatif bagi industri rokok," kata Yosua saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (8/7).

Baca Juga: Kabar GGRM Bakal Diakuisisi Japan Tobacco Dibantah Manajemen Gudang Garam

Permasalahan utama lainnya berasal dari tingginya tarif cukai rokok di tengah rendahnya daya beli masyarakat. Mengingat, sebanyak 60%-80% beban industri rokok berasal dari pajak cukai.

Alhasil, tarif cukai yang tinggi ini membuat perusahaan rokok, terutama tier 1 sulit untuk mempertahankan margin keuntungan. 

Sebagai contoh, pada tiga bulan pertama 2021, laba bersih HMSP merosot 24% secara year on year (yoy) menjadi Rp 2,5 triliun dan laba bersih GGRM minus  29% yoy menjadi Rp 1,7 triliun.

"Jika cukai tidak dinaikkan atau naik terbatas, maka dapat membantu industri rokok pulih. Secara perlahan, para produsen juga dapat menaikkan harga yang masih bisa diterima oleh para konsumennya," ucap Yosua.

Selain kebijakan cukai, pergerakan harga saham-saham rokok ke depannya juga akan dipengaruhi sentimen perhitungan bobot Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang akan memasukkan aspek free float. Terlebih lagi, HMSP memiliki porsi free float yang cukup rendah yakni hanya 7,5%.

Baca Juga: RMBA Masih Menghadapi Sederet Tantangan Berat

Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas menilai, prospek saham rokok belum begitu menarik untuk saat ini. Alasannya, daya beli yang cenderung turun di saat kondisi ekonomi belum pulih akan membuat permintaan rokok tetap lemah.

"Belum ada sentimen positif yang kuat untuk mendukung kenaikan harganya lagi," ucap Sukarno. 

Oleh karena itu, Sukarno merekomendasikan investor untuk wait and see terlebih dahulu.

Sementara Yosua masih merekomendasikan underweight untuk sektor rokok sehingga saat ini belum menjadi waktu yang tepat untuk berinvestasi di emiten-emiten tersebut. 

Menurut dia, investor bisa mulai memperhatikan saham rokok jika daya beli masyarakat membaik dan kebijakan pemerintah terhadap industri rokok, terutama tarif cukai tidak ketat.

Selanjutnya: Penghuni indeks LQ45 rilis kinerja kuartal I, begini rekomendasi sahamnya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi