KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Daya Intiguna Yasa Tbk (MDIY) resmi melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Kamis (19/12). Perusahaan yang dikenal dengan
brand MR DIY tersebut menargetkan pengelolaan 1.000 toko di tahun 2025. Presiden Direktur MR DIY Indonesia (MDIY), Edwin Cheah meyakini, dengan pendekatan inklusif dan efisien, MDIY menjadi solusi utama keluarga Indonesia memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari dengan harga terjangkau. ‘’Sebagai perusahaan ritel Indonesia dengan jaringan lebih dari 900 toko. Kami berdedikasi menyiapkan peralatan rumah tangga terjangkau dan mudah diakses keluarga Indonesia,’’ kata Edwin, dalam seremoni
initial public offering (IPO) MDIY di BEI, Kamis (19/12). Dengan harga IPO Rp 1.650, MDIY berhasil meraup dana Rp 4,15 triliun. Dari jumlah itu, 90% atau Rp 3,73 triliun adalah divestasi dari pemegang saham lama. Dana itu mengalir ke perusahaan induk asal Malaysia, Azara Alpina Sdn Bhd.
Budi Frensidy, Staf Pengajar Departemen Akuntansi Universitas Indonesia (UI) menyatakan, pasca IPO, kepemilikan Azara sebagai pemegang saham pengendali (PSP) berkurang dari 95,67% menjadi 85,71%. "Namun nilai nominalnya justru naik, dari Rp 2,04 triliun sebelum IPO (95,67% x Rp 2,132 triliun) menjadi Rp 2,18 triliun (85,71% x Rp 2,54 triliun) setelah IPO karena total ekuitas bertambah Rp 415 miliar akibat ada penerbitan saham baru. Inilah dana yang masuk ke MDIY. Ini aneh tetapi nyata," papar Budi, dalam keterangannya, Selasa (24/12).
Baca Juga: MR DIY (MDIY) Jadi Pendatang Terbaru di BEI, Targetkan 1.000 Gerai Tahun Depan Ekuitas MDIY menjadi Rp 2,13 triliun karena ada setoran modal Rp 500 miliar dan
paid-in capital Rp 519,6 miliar dari laba penjualan anak perusahaan di tahun ini. Hingga akhir tahun lalu, total ekuitas hanya Rp 860,5 miliar. Dari dana yang masuk emiten, sebanyak 60% atau Rp 282,6 miliar untuk membayar sebagian pokok utang kepada Bank CIMB Niaga Pada tahun 2021, penjualan MDIY hanya Rp 894 miliar dan masih rugi Rp 80 miliar. Setahun kemudian, penjualan meningkat drastis menjadi Rp 2,21 triliun dengan laba bersih Rp 127,5 miliar. Dengan keuntungan sebesar ini berarti MDIY memperoleh
net profit margin (NPM) 5,7%. "Saya gunakan NPM walaupun dalam literatur akuntansi, banyak yang memandang
operating margin (OPM) lebih tepat," tandas Budi. Di tahun 2023 angka penjualan kembali naik jadi Rp 3,9 triliun dengan laba bersih Rp 351,8 miliar sehingga NPM 9%. Ini relatif tinggi mengingat rata-rata tiga tahun terakhir industri ritel seperti Alfamart (AMRT) hanya memberikan NPM 2,77% dan MAPI 5,17%. Namun, ACES mampu mencapai 10,2%. "NPM MDIY melesat sangat tinggi dan tidak wajar pada 6 bulan pertama di 2024 yaitu 16,7% dengan penjualan Rp 3,2 triliun dan laba bersih Rp 534,7 miliar. Jika disetahunkan, laba bersih menjadi Rp 1,6 triliun. Dengan jumlah toko 824 pada akhir Juni 2024, laba bersih per toko adalah Rp1,29 miliar per tahun atau Rp 108 juta per bulan. Jika angka ini benar, kita prediksi NPM 16,7% ini tidak akan dapat dipertahankan (
sustainable) ke depan," terang Budi. Angka penjualan yang meningkat 92,5% dari periode sama tahun 2023 mungkin masih masuk akal jika kita melihat jumlah toko per Juni 2023 masih 345 sementara di Juni 2024 sudah 824. "Namun margin laba bersih yang melonjak dari 5,75% di 2022 menjadi 9% di 2023 dan 16,7% di separuh pertama tahun ini menimbulkan tanda tanya. Bagaimana mungkin NPM meningkat 190% dalam dua tahun?," tanya Budi lagi. Pada harga IPO Rp1.650, kapitalisasi MDIY adalah Rp41,5 triliun. Jika angka ini dibagi jumlah toko yang dilaporkan yaitu 824, kita akan mendapatkan valuasi per toko adalah Rp 50,4 miliar. "Jika semua toko adalah sewa, nilai per toko setinggi ini berwujud apa? Tidak ada piutang dagang, tanah, pabrik dan peralatannya. Yang ada hanya kas, persediaan, aset tetap, dan uang sewa aset yang dikapitalisasi (aset hak guna)," terang Budi. Menurut dia, kalaupun nilai dan laba bersih per toko wajar, apakah Anda bersedia membayar Rp 50,4 miliar untuk sebuah toko yang dapat memberikan laba bersih Rp 1,29 miliar per tahun atau membelinya dengan PER 39? PER MDIY ini masih lebih tinggi daripada PER MR DIY Group Malaysia yang menjadi induk MDIY yang 30,3 kali di bursa Malaysia.
Baca Juga: Resmi Melantai di BEI, Daya Intiguna Yasa (MDIY) Siap Ekspansi Toko Tahun 2025 "Terkait IPO MDIY, menurut saya PSP menang banyak. Menjual 10%, menerima kas Rp 3,73 triliun, dan modal naik Rp 143,3 miliar (Rp2,18 triliun – Rp2,04 triliun) padahal baru tujuh tahun beroperasi di Indonesia. Kita susah menghitung persentase keuntungan karena tidak ada penurunan saldo ekuitas. Yang terjadi modal malah naik. Secara matematika, labanya tak terhingga alias tidak ada modal yang keluar. Sangat fantastis," tegas Budi. Ia mempertanyakan laba bersih MDIY yang melonjak tajam di semester pertama tahun ini. Akibatnya, NPM menjadi tidak wajar dan valuasi ketinggian. Valuasi setinggi ini adalah kemenangan telak emiten dan penjamin emisi. "Tetapi kekalahan besar banyak pihak terutama investor publik," ujar Budi. "Sementara laporan independen yang dikeluarkan auditor untuk 6 bulan tahun 2024 bukan laporan audit seperti tahun 2021-2023 tetapi sebatas review," lanjut Budi. Audit dan review berbeda dalam banyak hal. Di antaranya tingkat jaminan/keyakinan (memadai vs terbatas), ruang lingkup/cakupan pengujian bukti (dalam vs tidak dalam), prosedur pengujian bukti, tingkat kesalahan (kecil vs tinggi), pendeteksian kecurangan (harus ada vs tidak harus), kualifikasi pemeriksa, dan lainnya.
"Saya juga baru tahu ternyata untuk IPO tidak perlu laporan yang sudah diaudit (audited) tetapi cukup hasil reviuw laporan keuangan interim. Mengapa otoritas dan regulator terkesan begitu longgar dalam meloloskan IPO dan valuasinya?," tanya Budi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Ahmad Febrian