Media Barat Sebut Serangan Israel ke Palestina Jadikan Gaza Kuburan Massal Anak-anak



KONTAN.CO.ID - GAZA. Kondisi jalur gaza makin memilukan. Gempuran militer pendudukan Israel dari udara maupun serangan darat yang membabibuta, telah menyebabkan jalur Gaza menjadi kuburan massal bagi anak-anak dan perempuan.

Mengutip Washington Post dari catatan dari Kementerian Kesehatan Gaza sudah lebih dari 3.700 anak telah terbunuh di Gaza sejak perang dimulai pada 7 Oktober 2023. Keluarga-keluarga Palestinaberduka bukan hanya atas kehilangan mereka sendiri, namun juga kehilangan seluruh generasi.

Korban anak-anak merupakan 2 dari setiap 5 kematian warga sipil di Gaza. Menurut Jason Lee, Direktur Save the Children untuk wilayah Palestina jumlah korban anak-anak tersebut belum termasuk sekitar 1.000 anak, yang menurut perkiraan kelompok ini masih terjebak di bawah reruntuhan bangunan yang luluh lantak akibat serangan udara tentara pendudukan Israel.


"Kita sekarang berada dalam situasi di mana satu anak terbunuh setiap 10 menit,” kata Lee.

Baca Juga: Israel Serang Ambulans di Dekat Rumah Sakit Gaza, 15 Orang Dilaporkan Tewas ​ Mengutip kantor berita Reuters, Farah Salouha yang berusia 11 tahun merasa lega karena bisa keluar meninggalkan Gaza melalui perbatasan Rafah dan menyeberang ke Mesir. 

Namun sedih karena harus meninggalkan ayahnya, yang masih tinggal di daerah kantong kecil dan padat di bawah pemboman tentara pendudukan Israel.

Bagi beberapa ratus pemegang paspor asing dan orang-orang yang terluka parah yang diizinkan keluar dari Gaza dalam beberapa hari terakhir. Kepergian mereka telah mengakhiri minggu-minggu penuh bahaya dan kesulitan, tanpa makanan, tempat tinggal, air bersih atau obat-obatan yang memadai.

Namun sebagian besar dari mereka meninggalkan kerabat dekat dan teman-teman mereka yang terjebak dengan persediaan yang semakin menipis ketika militer Israel melancarkan serangan di bagian utara wilayah kantong tersebut yang telah memisahkannya dari wilayah selatan.

"Ayahku menyuruhku untuk tetap aman. Dia memelukku dan mencium keningku karena dia sangat mengkhawatirkanku," kata Salouha, seorang warga Palestina-Amerika.  

Baca Juga: Hizbullah Siap Hadapi Israel Jika Gencatan Senjata Tidak Direalisasikan

Salouha turun dari bus yang membawanya melintasi perbatasan bersama ibu dan saudara-saudaranya.

Tentara pendudukan Israel telah memblokade dan menggempur Gaza selama tiga minggu ketika mereka melancarkan operasi militer di wilayah berpenduduk 2,3 juta orang.

Mereka mengklaim serangan itu bertujuan untuk menghancurkan kekuatan pejuang kemerdekaan Palestina, Hamas, yang disebut telah membunuh 1.400 warga Israel dan menculik 240 lainnya dalam serangan mendadak pada 7 Oktober 2023.

Otoritas kesehatan di daerah yang dikuasai pejuang Hamas mengatakan, serangan udara dan artileri Israel telah menewaskan 9.488 warga Palestina termasuk sekitar 3.900 anak-anak dan 150 staf medis.

Israel bulan lalu memerintahkan semua warga sipil untuk keluar dari bagian utara Gaza, meskipun Israel terus membombardir wilayah selatan. 

Di wilayah Khan Younis, kota utama di Gaza selatan, warga mencari korban yang selamat setelah serangan udara pada hari Sabtu (4/11).

Baca Juga: Alhamdullillah, 4 WNI dan 1 Istri WNI Telah Berhasil Dievakuasi dari Gaza

Seorang penggali menggunakan mesin mekanis menarik bongkahan beton saat tim penyelamat menggali tubuh seorang wanita. Sementara puluhan orang berdiri di reruntuhan di dekatnya untuk menyaksikan. Jenazah akhirnya dibawa pergi, di bawah selimut di atas tandu.

Setelah itu, jenazah-jenazah dibaringkan dalam kain kafan putih di atas tandu di dekat tangga rumah sakit di Khan Younis. Dua pria duduk di dekatnya dan seorang gadis diam-diam memperhatikan sambil menangis melalui pagar.

“Awal perang sangat sulit karena saya sakit dan tidak bisa tidur di kamar, tapi kemudian mereka menyuruh saya keluar dari Gaza dan saya tidak ingin meninggalkan Gaza,” kata Salouha.

Berbicara tentang ayahnya, yang saat ini tinggal di Gaza, dia berkata: "Saya sangat merindukannya karena sangat sulit merawatnya dalam perang."

Gaza Utara

Bagian utara Gaza, komunikasi terputus dari selatan oleh blokade militer pendudukan Israel. Penduduk sipil yang ada di lokasi tersetbu kini menghadapi kondisi yang lebih sulit lagi.

Baca Juga: Jokowi: 3 Pesawat Membawa Bantuan 51,5 Ton dari Indonesia ke Palestina

Meskipun Israel mengatakan akan mengizinkan perjalanan sepanjang jalan ke selatan selama tiga jam pada hari Sabtu, banyak orang yang terlalu takut untuk mengungsi. 

Menurut Amerika Serikat yang membantu Israel, hingga 400.000 orang masih berada di wilayah utara.

Pada hari Jumat, video yang diambil di jalan antara wilayah utara dan selatan menunjukkan tujuh mayat, termasuk seorang anak. Mereka tergeletak tewas dikelilingi barang-barang mereka. Baik Israel maupun otoritas Hamas di Gaza belum mengomentari kematian tersebut.

Di Kota Gaza dan kamp-kamp pengungsi di sekitarnya, yang seluruhnya dikepung oleh pasukan pendudukan Israel, warga mengatakan pemboman terjadi secara intens dan kondisi kehidupan semakin buruk.

“Tidak ada satu pun toko roti yang buka di sini. Kami tidak punya roti selama empat hari terakhir,” kata Mohammed, seorang warga Beach Camp, yang menolak menyebutkan nama keluarganya karena takut akan pembalasan Israel.

Kantor media pemerintah yang dikelola Hamas di Gaza mengatakan serangan Israel mulai menargetkan pembangkit listrik tenaga surya, setelah aliran listrik eksternal terputus dan sebagian besar generator kehabisan bahan bakar.

“Mereka ingin seluruh kota hidup dalam kegelapan,” kata Mohammed, yang mengatakan panel surya di atap rumah kini dirusak oleh serangan udara Israel.

Editor: Syamsul Azhar