Media China kritisi politisi Amerika terkait krisis di negara tersebut



BEIJING. Media China mencap para politisi domestik Amrika Serikat (AS) tidak bertanggungjawab sehubungan dengan perselisihan masalah utang.

Dalam tajuknya, kantor berita Xinhua menuduh para politisi AS bermain kucing-kucingan dalam masalah ini, dengan mengatakan seluruh dunia disandera oleh politik Amerika.

Beijing belum memberikan komentar resmi mengenai pergulatan AS untuk menghindarkan gagal bayar. Kongres AS harus menyetujui kenaikan batas pinjaman menjelang Selasa depan, kalau tidak negara itu akan gagal membayar utangnya.


Meskipun sebagian besar orang Demokrat dan Republik pada umumnya setuju menaikkan batas utang dan mengurangi belanja publik, masalah yang mengganjal adalah rentang waktu untuk batas utang tinggi itu.

Kalangan Demokrat ingin batas tinggi dipertahankan sampai selesai pemilihan presiden tahun depan, sedangkan kalangan Republik hanya mau menyetujui langkah jangka pendek.

Banjir likuiditas

Tajuk Xinhua itu mengatakan banyak negara lain akan terkena imbas jika para politisi AS gagal mencapai kesepakatan.

"Menjadi pemimpin ada tanggung jawab. Sangat disayangkan dan juga mengecewakan bahwa ketika para pemimpin politik di Washington bertengkar tentang siapa yang berbuat baik bagi negara mereka, mereka tidak peduli dengan kemaslahatan ekonomi dunia," kata artikel tersebut.

Masih dari artikel yang sama, status AS yang dinilai sebagai perekonomian terbesar di dunia dan penerbit mata uang cadangan yang dominan di dunia, maka penyerempetan politis di Washington sangat berbahaya.

Bahaya yang timbul antara lain adalah mencegah pemulihan ekonomi yang masih rapuh, tidak saja di AS melainkan juga di seluruh dunia. Corong Partai Komunis China, Harian Rakyat, juga memperingatkan dampak negatif gagal bayar utang AS.

Dalam komentar tajuk yang diterjemahkan kantor berita AFP, surat kabar itu mengatakan gagal bayar bisa merusak dollar AS dan memicu banjir besar likuiditas ke perekonomian dunia, yang kemudian akan menyulut inflasi di negara-negara yang sedang bangkit seperti China.

Editor: