Media sosial digunakan untuk merekrut teroris dan sebarkan doktrin ekstremisme



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aplikasi media sosial masih kerap digunakan oleh jaringan kelompok teroris untuk menyebarkan paham atau doktrin ekstremisme hingga merekrut anggota baru. Salah satu aplikasi yang sering dipakai yakni Telegram. 

"Ada beberapa media yang menjadi alat yang mereka lakukan secara intensif (melakukan pembinaan) misalnya Telegram, atau juga di medsos lain di Facebook juga saya rasa digunakan," kata mantan narapidana teroris Haris Amir Falah, dalam diskusi daring, Sabtu (3/4/2021). 

Berdasarkan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), sejak 2015 lalu sudah ada 17 kasus terorisme yang memanfaatkan Telegram sebagai alat komunikasinya. Salah satunya, digunakan dalam kasus teror di kawasan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Januari 2016 lalu. 


Menurut Haris, dahulu perekrutan dilakukan secara langsung dan menyasar anak-anak muda. Namun, kini doktrin dan pembinaan bisa dilakukan secara daring serta bisa langsung dijadikan "pengantin", istilah untuk pelaku teror. "Jadi orang tanpa bertemu kemudian dia sudah bisa menjadi seorang pengantin," ujarnya. 

Baca Juga: Ada ibadah Jumat Agung di Gereja Immanuel Jakarta, sebagian jalan ini ditutup

Haris mengatakan, saat ini target doktrin para pelaku teror masih tertuju pada kelompok milenial. Menurut dia, milenial adalah sasaran yang mudah untuk diajak bergabung dan diberi doktrin. "Saya dulu direkrut waktu saya di SMA karena masih cari jati diri kemudian ingin menunjukkan kehebatan, kemudian bertemulah apa yang mereka punya bertemu dengan doktrin-doktrin," ungkapnya. 

"Doktrin di mana apa yang menjadi keinginannya dan ini sampai sekarang anak-anak udah sangat luar biasa (banyak) yang direkrut," ucap Haris.

Dalam sepekan ini, telah terjadi dua peristiwa teror di Indonesia. Pelaku berinisial L berusia 26 tahun dan istrinya, YSR, melakukan teror bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar, Minggu (28/3/2021) pagi. 

Kemudian, perempuan berinisial ZA menjadi pelaku penyerangan di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (31/3/2021). ZA diketahui berusia 25 tahun. Pelaku bom bunuh diri di Makassar diduga merupakan jaringan kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang berafiliasi ke Negara Islam di Irak dan Suriah atau Islamis State of Iraq and Suriah (ISIS). 

Sementara, pelaku teror di Mabes Polri diduga pendukung ISIS. Dugaan itu berasal dari hasil pendalaman polisi yang menemukan unggahan bendera ISIS di akun Instagram milik pelaku.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Media Sosial Masih Digunakan untuk Rekrut Teroris dan Sebar Doktrin Ekstremisme"

Selanjutnya: Ada penembakan teroris di Mabes Polri, media asing ikut memberitakan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .