JAKARTA. Mediasi antara PT Dayaindo Resources dengan sebuah perusahaan asal Swiss, SUEK AG berakhir buntu. Sebab gugatan pembatalan putusan Arbitrase yang diajukan Dayaindo itu harus memasuki pokok perkara. Dalam sidang mediasi terakhir, pada hari Selasa (18/9) kedua pihak tetap tidak menemukan kata sepakat untuk berdamai. Karena tidak ada kesepakatan yang dibuat, maka hakim mediasi terpaksa mengakhiri proses tersebut. Alasannya, proses mediasi itu sudah dilaksanakan sesuai dengan Peraturan mahkamah Agung, di mana semuanya dilakukan maksimal dalam waktu 40 hari. Kuasa hukum Dayaindo, Liston Sitorus, menyatakan kliennya tetap dengan penawarannya, yaitu mengaku siap untuk membayar kewajibannya sebesar US$ 1,19 juta, sesuai dengan putusan Arbitrase pada London Court of International Arbitration (LCIA), namun dengan syarat. Syarat itu di antaranya, SUEK harus tetap mau melanjutkan perjanjian Contract For Sale and Purchase Of Steam Coal yang telah dibuatnya, antara Dayaindo, dan anak usahanya. Di mana perjanjian itulah yang menjadi awal mula sengketa mereka. “Karena SUEK tetap tidak mau memenuhi permohonan kami, ya akibatnya tidak ada titik temu,” kata Liston, Selasa (18/9). Sidangpun akhirnya langsung memasuki pokok perkara. Dalam sidang tersebut, pihak SUEK menyerahkan jawaban atas gugatannya kepada majelis hakim, yang berisi terkait eksepsi kompetensi absolut.
Mediasi Dayaindo-SUEK gagal
JAKARTA. Mediasi antara PT Dayaindo Resources dengan sebuah perusahaan asal Swiss, SUEK AG berakhir buntu. Sebab gugatan pembatalan putusan Arbitrase yang diajukan Dayaindo itu harus memasuki pokok perkara. Dalam sidang mediasi terakhir, pada hari Selasa (18/9) kedua pihak tetap tidak menemukan kata sepakat untuk berdamai. Karena tidak ada kesepakatan yang dibuat, maka hakim mediasi terpaksa mengakhiri proses tersebut. Alasannya, proses mediasi itu sudah dilaksanakan sesuai dengan Peraturan mahkamah Agung, di mana semuanya dilakukan maksimal dalam waktu 40 hari. Kuasa hukum Dayaindo, Liston Sitorus, menyatakan kliennya tetap dengan penawarannya, yaitu mengaku siap untuk membayar kewajibannya sebesar US$ 1,19 juta, sesuai dengan putusan Arbitrase pada London Court of International Arbitration (LCIA), namun dengan syarat. Syarat itu di antaranya, SUEK harus tetap mau melanjutkan perjanjian Contract For Sale and Purchase Of Steam Coal yang telah dibuatnya, antara Dayaindo, dan anak usahanya. Di mana perjanjian itulah yang menjadi awal mula sengketa mereka. “Karena SUEK tetap tidak mau memenuhi permohonan kami, ya akibatnya tidak ada titik temu,” kata Liston, Selasa (18/9). Sidangpun akhirnya langsung memasuki pokok perkara. Dalam sidang tersebut, pihak SUEK menyerahkan jawaban atas gugatannya kepada majelis hakim, yang berisi terkait eksepsi kompetensi absolut.