KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Potensi ekspor organik terus meningkat bahkan mampu bertahan kala pandemi Covid-19 melanda. PT Mega Inovasi Organik (MIO) salah satu eksportir produk organik Indonesia yang sudah mendunia. Pemilik sekaligus Direktur Mega Inovasi Organik, Dippos Naloanro, mengatakan sejak didirikan pada 2011 lalu, MIO memiliki visi untuk membangun ekosistem pertanian organik di Indonesia. Bahkan, saat pandemi Covid-19 lalu, ketika permintaan pangan turun namun produk organik di seluruh dunia tetap tumbuh 10% karena pasar sudah mulai paham dan peduli tentang isu-isu kesehatan, terutama bahan-bahan kimia yang digunakan dalam sebuah produk.
Baca Juga: Upaya Eratani Terus Mendorong Petani Milenial Agar Regenerasi “Menurut saya dalam 20 tahun ke depan produk organik akan
take over karena dunia ke arah produk organik,” tutur Anro. Menurutnya, potensi ekspor produk organik sangat besar, sebagai contoh untuk jenis buah segar markisa organik dapat diserap hingga 1 ton per minggu oleh pasar Eropa. Di samping itu, produk organik digemari pasar internasional karena lebih sehat dan bebas dari bahan kimiawi yang memiliki dampak pada kesehatan. Untuk itu, MIO terus menggandeng para mitra petani untuk melakukan edukasi dan membina para petani untuk melakukan sertifikasi produk organik untuk pangsa pasar ekspor dan dalam negeri.
Baca Juga: Pupuk Indonesia Tembus Daftar 500 Perusahaan Terbaik ASEAN Versi Fortune Saat ini, perusahaannya telah bermitra lebih dari 2.500 petani dari Sumatera, Jawa, Bali, hingga Nusa Tenggara Timur untuk menghasilkan berbagai produk organik terintegrasi dalam satu lahan, mulai dari gula kelapa, buah-buahan organik, rempah-rempah, hingga beras untuk pasar ekspor Eropa, Amerika Serikat, dan Asia. Anro menjelaskan, MIO menerapkan konsep pertanian organik terintegrasi dimana dalam satu lahan petani diarahkan untuk menanam berbagai macam produk organik yang diminati pasar Eropa dan Amerika Serikat sebagai langkah diversifikasi hasil pertanian. Dalam satu lahan seluas 2.000-3.000 meter persegi, petani menanam gula kelapa, buah-buahan seperti markisa, manggis, mangga, nanas, sirsak, bumbu dan rempah seperti daun pandan, vanila, jahe, kunyit, dan temulawak. Hasilnya, pendapatan petani mitra binaan MIO meningkat. Sebelum menjadi petani organik, petani hanya mendapatkan Rp 3-4 juta per bulan dari penjualan gula cetak.
Baca Juga: Menjadi Tren Masa Depan, LPEI Dorong Produk Organik Indonesia Berani Mendunia MIO meminta petani melakukan pertanian organik dan pengolahannya hingga menjadi gula semut sehingga pendapatan naik mencapai Rp 7 juta per bulan.
"Saya pernah menghitung kasar jika petani memiliki lahan 3.000 meter persegi ditanamkan berbagai produk organik maka bisa mendapatkan penghasilan Rp Rp 80 juta sampai Rp 90 juta per tahun,” katanya. Selain melakukan kerja sama dari sisi pengembangan hasil pertanian, MIO juga melakukan pelatihan dan pemantauan rutin kepada setiap petani agar produk yang dihasilkan sesuai dengan standar organik yang telah ditentukan. Di sisi lain, MIO menjamin akan terus menyerap setiap hasil produk yang dihasilkan oleh mitra petani yang telah menjalankan praktik pertanian standar
organik. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli