Mega Prima Mandiri gugat Bank DKI



JAKARTA. PT Bank DKI sedang bersengketa di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Badan usaha milik daerah (BUMD) Provinsi DKI Jakarta ini digugat oleh PT Mega Prima Mandiri yang menjadi mi-tra kerja mereka dalam proyek tiket elektronik atawa e-Ticketing Transjakarta.

Mega Prima menuding Bank DKI melakukan perbuatan melawan hukum karena menghentikan secara sepihak perjanjian kerjasama e-Ticketing Transjakarta. "Memutuskan sepihak terhadap perjanjian kerjasama tertanggal 6 Juni 2012," kata Ronny L.D. Janis, kuasa hukum Mega Prima kemarin (24/3).

Berkas gugatan Mega Prima menyebutkan, Bank DKI menunjuk Mega Prima sebagai penyedia sistem tiket elektronik. Dalam perjanjian, Mega Prima selaku mitra wajib menyediakan investasi awal sebesar Rp 11,5 miliar untuk pelaksanaan e-Ticketing satu koridor busway.


Perjanjian ini berlaku selama 10 tahun, terhitung sejak sistem pembayaran e-Ticketing pada 11 koridor busway dinyatakan beroperasi. Itu berarti, perjanjian tersebut baru berakhir pada 27 Juli 2022 mendatang. Sebelum perjanjian ditandatangani, sebenarnya Mega Prima sudah menyampaikan keberatan terutama menyangkut nilai investasi proyek.

Tapi akhirnya, Mega Prima terpaksa meneken perjanjian lantaran Bank DKI beralasan waktunya mepet, semakin dekat peresmian oleh Gubernur DKI pada Juni 2012. Mega Prima pun sudah menyelesaikan pekerjaan di dua koridor senilai Rp 14,9 miliar.

Selain itu, Mega Prima juga memberikan jaminan pelaksanaan kepada Bank DKI yang disebut garansi bank sebesar Rp 7 miliar. Namun, Bank DKI menyampaikan surat pernyataan wanprestasi tertanggal 26 Desember 2012 dan 29 Januari 2013 lalu.

Dalam gugatannya, Mega Prima meminta pengadilan menghukum Bank DKI memganti rugi berupa bunga sebesar Rp 74 juta per bulan sejak gugatan didaftarkan dan ganti rugi immateriil Rp 500 miliar. Mega Prima juga meminta pemblokiran garansi bank   senilai Rp 7 miliar.

Eko Budiwiyono, Direktur Utama Bank DKI, membantah semua tudingan yang disampaikan oleh Mega Prima. "Yang disampaikan Mega Prima adalah tidak benar dan tidak sesuai dengan isi dari kontrak yang sudah disepakati," tegasnya. Dia menambahkan, Bank DKI selalu berpegangan pada perjanjian kerjasama  yang sudah diteken oleh kedua belah pihak. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dadan M. Ramdan