Mei, Ekspor China Melonjak 48,5%



BEIJING. Ekspor China Mei 2010 melompat hingga 48,5% dari tahun sebelumnya. Pencapaian ini merupakan yang terbesar lebih dari enam tahun terakhir. Angka laporan Biro Statistik China, Kamis (10/6) ini, juga melewati estimasi 32 ekonom yang disurvei Bloomberg.

Pertumbuhan ekspor yang tinggi juga mengindikasikan, krisis utang Eropa belum berpengaruh pada kinerja ekspor Negeri Tembok Raksasa ini. Toh, analis tetap memperingatkan, krisis utang Eropa tetap berpotensi mengganggu pemulihan perdagangan global termasuk China.

Dari nilai, ekspor bulan lalu mencapai US$ 131,76 miliar, tertinggi sejak September 2008. Sedang nilai impor US$ 112,23 miliar atau meningkat 48,3% dari periode sama tahun lalu. Surplus perdagangan juga tercatat US$ 19,53 miliar atau mencapai level tertinggi dalam tujuh bulan terakhir.


Pengapalan ke Uni Eropa juga melonjak 50% dari tahun lalu dan lebih tinggi ketimbang April yang tumbuh 29%. Sedangkan kiriman ke Amerika Serikat (AS) melonjak 44% naik dari pertumbuhan 19% di April.

Kalau membandingkan dengan kondisi yang sama tahun lalu, angka saat ini memang sangat menjanjikan. Soalnya, di Mei 2009, ekspor China anjlok dalam 26,4%.

Data perdagangan yang posifit ini, menurut analis bisa jadi hanya sementara. Apalagi Dana Moneter Internasional (IMF) mewanti-wanti soal risiko ekonomi global yang meningkat signifikan. IMF juga bilang krisis Eropa bakal menggangu perdagangan global. "Peningkatan ekspor bisa jadi berumur pendek. Apalagi dampak krisis Eropa sebenarnya belum terlihat," ujar Lu Zhengwei, Ekonom Industrial Bank Co, Kamis (10/6).

Harus lebih fleksibel

Menurut analis, salah satu faktor pendorong nilai ekspor China adalah kebijakan mematok nilai tukar yuan sebesar 6,83 per dollar AS sejak Juli 2008. Tapi, tanpa nilai tukar yang lebih fleksibel, ekspor China bakal kurang kompetitif dibandingkan negara lain, misalnya Korea Selatan (Korsel).

Apalagi, nilai tukar yuan tahun ini sudah menguat hingga 20% terhadap euro. Alhasil, harga produk China menjadi relatif lebih mahal saat ini. "Agar pertumbuhan ekspor China solid, yuan harus lebih fleksibel dan trading band diperlebar," ungkap Lu.

Ia memperkirakan, penguatan yuan atas euro bakal memukul ekspor China sekitar tiga bulan lagi. Nah, Korsel, yang merupakan kompetitor China bakal meraih keuntungan dengan penguatan won atas euro yang 10% lebih kecil dari yuan. "Eropa merupakan pasar ekspor China nomor satu saat ini. Tapi, pertumbuhan ekspor sesudah tahun ini hanya akan mencapai single digit kalau China tetap mempertahankan peg yuan," imbuh Lu.

Deputy Managing Director IMF Naoyuki Shinohara juga mewanti-wanti hal sama. Dia bilang, perkembangan ekonomi yang buruk di Eropa akan mengganggu perdagangan global. Termasuk Asia yang masih mengandalkan permintaan dari luar negeri.

Kepala Ekonomi Bank Dunia Justin Lin menilai pemerintah China harus mengambil kebijakan lebih fleksibel. "Karena krisis yang lebih besar di Eropa akan mempengaruhi kinerja ekspor dan mengerutkan aliran modal," ujar Lin.

Analis memprediksi, apresiasi yuan akan dilakukan tahun ini. Namun, pemimpin China bilang, mereka hanya akan mengambil langkah kalau permintaan global dipastikan benar-benar pulih.

Editor: Test Test