Mei ini, Komisi XI DPR bahas revisi UU Perbankan



JAKARTA. Pada pertengahan Mei ini, Komisi XI DPR yang membawahi bidang keuangan akan berdiskusi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia untuk membahas revisi Undang-Undang Perbankan.

Wakil Ketua Komisi XI DPR, Gus Irawan Pasaribu yang juga menjabat Ketua Panja Revisi RUU Perbankan bilang, pihaknya akan mengkompilasi seluruh masukan yang sudah didapat baik yang berasal dari kunjungan kerja Komisi XI DPR maupun masukan yang berasal dari seluruh perguruan tinggi di Indonesia. Menurutnya pada umumnya masukan yang diterima Komisi XI DPR terkait revisi UU Perbankan ini adalah menghendaki adanya pembatasan kepemilikan asing di industri perbankan. Hal ini dimaksudkan untuk lebih menggairahkan pertumbuhan industri perbankan di Indonesia. Selain itu, fokus Komisi XI DPR dalam pembahasan revisi UU Perbankan adalah mengenai perlindungan nasabah. Sebab berdasarkan masukan yang diterima Komisi XI DPR, masyarakat merasa posisi yang tidak setara antara nasabah dengan perbankan. "Secara umum juga banyak masukan untuk memperkuat perlindungan konsumen. Selama ini dirasakan kedudukan nasabah belum setara dengan perbankan. Dari pihak perbankan, juga ingin mendapatkan perlindungan untuk tidak dikriminalisasi terkait usaha dan bisnis yang dijalankan," kata Gus Irawan kepada KONTAN, Rabu (6/5). Lebih lanjut Gus menambahkan, Komisi XI DPR memberikan perhatian penuh terkait perlindungan konsumen karena pertumbuhan industri perbankan berasal dari nasabah. Jika terjadi rush pada industri perbankan Tanah Air maka hal itu pun berhubungan dengan kerugian yang akan diderita oleh nasabah. "Revisi UU Perbankan ini diharapkan dapat memberikan rasa aman kepada nasabah, pelaku keuangan dan pihak-pihak yang terkait. Agar perbankan di Indonesia lebih prudent," ucapnya. Selain itu, Komisi XI DPR juga menilai penting untuk memperkuat dan mempertegas posisi masing-masing regulator jasa keuangan yaitu BI dan OJK. Selama ini, kata Gus, masih ada area abu-abu dalam pengaturan tugas, wewenang dan tanggung jawab masing-masing regulator tersebut. Gus mencontohkan, dalam UU OJK, hanya dibentuk penjelasan bahwa BI atur makro prudensial. Namun belum ada penjelasan detil terkait makro prudensial. "Dalam revisi UU Perbankan ini juga akan dibenahi terkait wilayah kerja BI dan OJK agar tidak ada lagi ego sektoral yang tidak bisa diselesaikan. Sebab jika tidak diatur dengan tegas, ada rasa khawatir kedua lembaga saling tunggu dalam penyelesaian sebuah masalah. Sangat penting untuk mendapatkan porsi pengaturan secara detil untuk masing-masing regulator," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Uji Agung Santosa