Mekar Perkasa gugat PKPU Sweet Indolampung



Jakarta. Perserteruan dua perusahaan raksasa PT Mekar Perkasa (Grup Salim) dengan PT Sweet Indolampung (Sugar Group) masih terus berlanjut. Kabar terbaru, kali ini Mekar Perkasa mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) terhadap Sweet Indolampung di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

Pengajuan PKPU dilakukan lantaran perusahaan milik taipan Gunawan Yusuf itu memiliki utang jatuh tempo dan dapat ditagih kepada Mekar Perkasa. Berdasarkan data yang dihimpun KONTAN, perkara utang piutang ini merupakan lanjutan dari kasus beberapa tahun lalu.

Yangmana, Mekar Perkasa tetap melakukan pengalihan atau subrogasi utang Sweet Indolampung terhadap Marubeni. Dalam konteks ini, pengalihan atau subrogasi dilakukan lantaran, Mekar Perkasa merupakan pihak penjamin (guarantee) utang.


Sehingga, dalam acara hukum perdata, Mekar Perkasa berhak memenuhi kewajiban pihak yang ditanggungnya. Dengan kata lain, Mekar Perkasa sudah membayar kewajiban tertanggung.

Nah, atas pembayaran itu maka secara otomatis Mekar Perkasa mengklaim, posisinya dapat berubah menjadi kreditur Sweet Indolampung.

Sekadar mengingatkan, perjanjian utang Sweet Indolampung dengan Marubeni bermula saat perusahaan produsen gula dengan merek Gulaku itu ingin mendirikan pabrik dan meminta pinjaman 3,52 miliar yen dan US$ 7,92 juta kepada Marubeni.

Saat itu Sweet Indolampung masih merupakan anak usaha dari Salim Group. Kesepakatan kerjasama keduanya dituang dalam supply contract/A-contrat pada 11 Juni 1993 yang mewajibkan Indolampung membayar US$ 50 juta atas mesin dan peralatan.

Kemudian juga dibuat contruction contract pada 1 juli 1993 yang mewajibkan Indolampung membayar US$27,5 juta atas pembangunan pabrik yang semuanya dilakukan oleh Marubeni.

Melalui Marubeni ini, Sweet Indolampung meminjam uang ke Marubeni Europe P.L.C yang dituangkan dalam dua loan agreement, yakni Akta No.136 sebesar US$ 50 juta dan Akta No.138 sebesar US$27,5 juta.

Dalam perjalanannya setelah menyelesaikan pembangunan pabrik gula. Cicilan pembayaran pinjaman yang dilakukan Sweet Indolampung macet ditengah jalan. Berbagai cara ditempuh untuk menyelesaikan kredit macet ini. Pihak Sweet Indolampung tak sanggup untuk melunasi utangnya. Meski pihak Marubeni berkali-kali mengajukan somasi, tapi hasilnya tetap nihil.

Pada akhirnya, muncul kasus BLBI, dimana keluarga Salim harus membayar sekitar Rp 52,7 triliun ke negara. Taipan itu pun kemudian menyerahkan 108 perusahaannya termasuk di dalamnya empat perusahaan Sugar Gruop Company (salah satunya PT Sweet Indolampung).

Sampai akhirnya Pada 29 November 2001 PT Garuda Panca Arta milik Gunawan Yusuf membeli saham Sugar Gruoup Company dari BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) melalui lelang seharga Rp 1,161 triliun, lewat penandatangan Conditional Share Purchase and Loan Transfer Agreement.

Sengketa utang ini tambah rumit setelah ada perubahan kepemilikan Sweet Indolampung dari keluarga Salim ke Gunawan Yusuf. Meski demikian, Marubeni menegaskan perubahan kepemilikan tidak mengakibatkan hapusnya utang tersebut.

Maka dari itu Mekar Perkasa sebagai penjamin akhirnya membayar utang tersebut. Namun begitu, pihak Gunawan sebagai pengendali Sweet Indolampung yang baru enggan membayar utang tersebut lantaran, dalam MSAA (Master Settlement Acquisition Agreement) disebutkan seluruh perusahaan dan aset yang diserahkan keluarga Salim ke pemerintah dalam hal ini BPPN harus bersih dari utang dan jaminan (free dan clear).

Lantaran tak kunjung menerima pembayaran dari Sweet Indolampung, akhirnya pada 5 September 2016 Mekar Perkasa mengajukan PKPU sebagai upaya terakhir untuk menagih.

Kuasa hukum Sweet Indolampung Hotman P. Hutapea pun mengaku pengalihan utang tersebut sudah batal. Sehingga ia beranggapan pihaknya sudah tak memiliki utang. "Subrogasi sudah batal karena sudah ada 5 kali putusan kasasi yang menyatakan demikian. Ini namanya PKPU main-main tidak menghormati putusan MA," jelasnya, Rabu (21/9).

Sementara itu, kuasa hukum Mekar Perkasa Eko Sapta Perkasa menegaskan, utang itu benar-benar ada. "Subrogasi tak pernah batal," ungkapnya kepada KONTAN.

Ia pun juga tak melihat adanya salinan putusan MA yang dimaksud tergugat dalam pembuktian. "Dalam pembuktian mereka hanya melampirkan disclaimer dari situs MA, sedangkan berkas putusan tak disampaikan di persidangan," lanjut Eko. Sekadar tahu saja, perkara ini sudah memasuki agenda pembuktian dan akan dilanjutkan kembali Jumat, (23/9) untuk agenda saksi dari kedua pihak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto