Melamin tanpa SNI marak beredar



JAKARTA. Asosiasi Industri Aromatik, Olefin, dan Plastik Indonesia (Inaplas) mengeluhkan maraknya produk melamin tanpa Standar Nasional Indonesia (SNI). Produk ini berasal dari dalam negeri maupun impor. Jumlahnya mencapai 40% dari total produk melamin yang beredar.

Sekretaris Eksekutif Inaplas Suyatno Adhisaputra mengatakan, aturan wajib SNI bagi produk melamin sudah berlaku sejak akhir 2009. Tapi, baru tiga dari tujuh perusahaan lokal yang menerapkannya. Mereka adalah PT Presindo Central, PT Multi Raya Indah Abadi dan Maspion Group. Saat ini, ada satu perusahaan lagi sedang mengajukan SNI.

Inaplas menilai beredarnya melamin tanpa SNI menimbulkan persaingan tidak sehat karena merugikan produk berlabel SNI. "Meskipun tanpa SNI, produk bisa leluasa masuk ke pasar," ucapnya usai workshop SNI, Kamis (13/10).


Keberadaan produk melamin tanpa SNI sendiri menurut Suyatno mencapai sekitar 40% dari total barang yang beredar. Kondisi ini cukup merisaukan. Maklum, aturan wajib SNI bertujuan mencegah peredaran produk melamin untuk keperluan makanan dan minuman yang membahayakan kesehatan. Misalnya, melamin dengan kandungan formaldehyde yang berlebihan.

Suyatno berharap, perusahaan lokal lainnya segera menyusul memakai SNI. Lebih dari itu, pemerintah harus memperketat pengawasan.

Arryanto Sagala, Kepala Badan Pengkajian Kebijakan Iklim, dan Mutu Industri Kementerian Perindustrian (Kemperin) mengatakan, Kemperin bertugas mengawasi produksi di pabrik agar sesuai SNI. Sedangkan produk yang beredar diawasi Kementerian Perdagangan.

Namun, DPR meminta Kemperin agar ikut mengawasi produk beredar. Alasannya, tanggung jawab pengawasan juga melekat pada kementerian teknis. "Kami akan membentuk unit khusus di bawah Ditjen Basis Industri Manufaktur," ujarnya.

Dari data Inaplas, total permintaan produk melamin nasional mencapai 4.500 ton-5.000 ton per tahun atau setara 15 juta hingga 20 juta buah per tahun. Sedangkan, total kapasitas produksi melamin nasional 6.000 ton per tahun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: