Momen Ramadan dan Idul Fitri 2018 telah usai. Dari pemberitaan dan data-data ada, sektor ritel menunjukkan tren positif pada momen tersebut. Mencermati tren belanja belakangan, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) dan Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (HIPPINDO) optimistis pertumbuhan belanja ritel di periode itu bisa naik 15%–20%, lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang hanya 5%–10%. Penyebabnya karena adanya THR dan rencana gaji ke 13 PNS. Di tambah libur panjng serta perjalan mudik yang relatif lancar. Dalam pemberitaan, omzet pusat belanja di Solo dan Balikpapan naik 40% dan stok barang ditambah 10%–15%. Masyarakat yang mengunjungi pusat belanja di daerah melonjak 50% dibandingkan tahun sebelumnya. Bank Indonesia sebelumnya memperkirakan penjualan eceran pada Mei 2018 tumbuh 4,4% , bulan sebelumnya cuma tumbuh di level 4,1%. Untuk belanja iklan televisi saja, sektor ritel juga membuat kenaikan signifikan. Data riset iklan televisi Adstensity, ritel berbasis gerai fisik mengeluarkan belanja iklan televisi sebesar Rp 107,07 miliar pada periode puasa dan Lebaran kemarin. Melonjak 98% dibandingkan belanja iklan televisi pada periode serupa 2017 yang hanya Rp 53,96 miliar. Sementara, platform dagang daring (
e-commerce) mengeluarkan belanja Rp 461,15 miliar atau kenaikan 188% dibandingkan tahun lalu sebesar Rp159,92 miliar.
Keberanian pebisnis untuk mengeluarkan belanja iklan televisi itu, belum termasuk jenis media lainnya, merupakan suatu tanda bahwa peritel melihat peluang besar dan pertumbuhan dalam daya beli masyarakat. Dalam momen tersebut, pebisnis berniat memanjakan (calon) konsumen dengan berbagai program promo belanja. Seperti diskon harga, late nite sale, promo kerjasama antara peritel dengan bank, dan promo pembelian (beli satu gratis satu atau beli dua gratis satu). Liburan yang panjang juga membuat banyak keluarga yang mengisi waktunya dengan berkunjung ke mal dan tempat wisata. Pertanyaannya, apakah daya beli masyarakat yang positif ini bisa tetap dijaga? Bagaimana agar perkembangan bisnis ritel ini bisa tetap menunjukkan tren positif? Untuk menjawab itu semua, Pemerintah dan pelaku bisnis bisa terus melakukan upaya-upaya dalam menjaga daya beli masyarakat dan juga mengembangkan bisnis ritel. Hal ini tentu tidak lepas dari pertumbuhan ekonomi. Mau tidak mau, kesejahteraan masyarakat mesti terus meningkat. Masyarakat bisa membeli (berbelanja) tentu karena mereka memiliki uang untuk membeli kebutuhan dan keperluannya. Memanfaatkan momentum Ada beberapa faktor yang bisa dicermati dalam melanjutkan tren positif di sektor ritel. Pertama, pemerintah perlu terus berupaya menekan angka kemiskinan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa jumlah penduduk miskin per September 2017 sebesar 26,58 juta jiwa atau berkurang 1,19 juta jiwa dari 27,77 juta jiwa pada Maret 2017. Angka kemiskinan per September 2017 itu tercatat masih 10,64% dari total penduduk Indonesia. BPS juga mencatat bahwa kemiskinan masih terpusat di kawasan timur Indonesia, yakni terbesar di Maluku dan Papua sebesar 21,23% atau 1,52 juta orang. Sedangkan, Pulau Jawa tercatat 9,38% atau 13,94 juta orang, dan Sumatera 10,44% atau sebesar 5,97 juta orang. Upaya pemerintah untuk terus membangun infrastruktur di sejumlah daerah patut diapresiasi. Hal ini karena infrastruktur merupakan salah satu masalah dalam investasi di daerah. Upaya mengembangkan infrastruktur juga merupakan salah satu upaya pemerintah dalam menekan mahalnya harga barang di sejumlah daerah termasuk di kawasan timur. Salah satunya, harga semen di Papua saat ini sudah mencapai Rp 1.050.000 per sak, atau jauh dari sebelumnya Rp 2.500.000 per sak. Selain itu, harga BBM juga sudah bisa sekitar Rp 6.500 per liter dari sebelumnya sekitar Rp 50.000–100.000 per liter. Dengan kemajuan infrastruktur, biaya transportasi di Papua bisa ditekan hingga 83% dari sebelumnya. Dengan harga barang yang jauh lebih murah dibandingkan sebelumnya, maka masyarakat juga bisa memiliki daya beli yang jauh lebih besar. Peritel juga tentu tidak akan ragu untuk terus melakukan ekspansi hingga ke pelosok Indonesia. Kedua, membuka lebih banyak lapangan pekerjaan untuk menekan jumlah pengangguran. Data BPS per Agustus 2017 menunjukkan angka pengangguran di Indonesia mencapai 7,04 juta orang dari 128,06 juta orang angkatan kerja. Jumlah angkatan kerja ini bertambah 2,62 juta orang dari sebelumnya 125,44 juta orang pada Agustus 2016. Meski demikian, secara prosentase angka tingkat pengangguran ini turun dari 5,61% pada Agustus 2017 menjadi 5,50% pada Agustus 2016. Pemerintah perlu terus berupaya membuat iklim investasi yang baik untuk mengatasi problem pengangguran. Proyek infrastruktur bisa terus membuka kesempatan pekerjaan bagi banyak orang. Selain itu, pertumbuhan usaha akan terus menambah peluang pekerjaan. Pemberlakuan pajak penghasilan (PPh) Final 0,5% bagi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dengan omzet dibawah Rp 4,8 miliar per 1 Juli 2018 dari sebelumnya 1%, tentu diharapkan turut memberikan kemudahan bagi UMKM dalam berusaha dan bisa menyerap lebih banyak lagi pekerja. Dengan bertambahnya jumlah pekerja, maka hal ini juga akan turut membantu mengurangi angka kemiskinan dan berefek pada meningkatnya pertumbuhan ekonomi masyarakat. Ketiga, memanfaatkan momentum agenda bangsa. Beberapa agenda yang akan diselenggarakan di antaranya Asian Games 2018 dan Pertemuan Tahunan IMF (International Monetary Fund)-Bank Dunia 2018. Khusus untuk momen Asian Games 2018, Asosiasi peritel HIPPINDO akan menggelar Hari Belanja Diskon Indonesia (HBDI) pada 8 Agustus hingga 2 September mendatang. Dalam gelaran ini, peritel akan memberikan diskon hingga 73% untuk 400 hingga 500 merek ritel lokal. Ini merupakan sesuatu hal yang positif.
Selain warga lokal, peritel bisa membidik warga mancanegara yang datang ke Indonesia. Peritel bisa memasarkan kekhasan produk lokal, apalagi momen Asian Games 2018 ini juga diwarnai dengan perayaan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia. Jangan lupa, selain Pertemuan Tahunan IMF dan Bank Dunia 2018, momen liburan Natal 2018 dan perayaan Tahun Baru 2019 juga merupakan momentum lanjutan lain yang bisa dimanfaatkan oleh peritel. Akhirnya, kiranya tren positif sektor ritel bisa terus berlanjut. Pemerintah dan pelaku bisnis ritel bisa terus bersinergi untuk kelanjutan tren positif di sektor ini. Pemerintah, dalam hal ini khususnya Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri), juga bisa terus menjaga keamanan negara, sehingga iklim positif bermasyarakat dan berbisnis bisa tetap terjaga. •
Ridho Marpaung Praktisi Riset Iklan Adstensity Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tri Adi