Melawan Limforma Hodgkin, Pentingnya Kesadaran dan Deters Dini



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. September menjadi bulan kesadaran Limfoma. Limfoma adalah salah satu jenis kanker yang menyerang sistem limfatik, bagian penting dari sistem kekebalan tubuh manusia. Ada dua jenis utama limfoma, yaitu limfoma hodgkin dan non-hodgkin.

Limfoma hodgkin, meskipun lebih jarang ditemukan, memiliki ciri khas sel reed sternberg dan sering kali menyerang orang dewasa muda serta mereka yang berusia di atas 55 tahun. Di Indonesia, kesadaran mengenai limfoma hodgkin masih sangat rendah. Gejala-gejalanya yang tidak spesifik sering kali membuat penyakit ini sulit dikenali. Banyak pasien baru mengetahui bahwa mereka mengidap kanker setelah penyakitnya mencapai tahap lanjut.

Menurut data Globocan 2022, di Asia Tenggara tercatat 12.308 kasus baru Limfoma Hodgkin dan 4.410 kematian. Khusus Indonesia mencatatkan 1.294 kasus baru dengan kematian sebanyak 373 kasus. Angka ini naik dari data tahun 2020 yang mencatat 1.188 kasus baru dengan 363 kematian.


dr. Andhika Rachman, pakar hematologi-onkologi menjelaskan, kondisi limfoma hodgkin di Indonesia masih kurang terdiagnosis dengan baik. Banyak pasien baru datang ke dokter setelah penyakit mereka sudah memburuk. Tidak jarang, mereka juga mengalami salah diagnosis karena gejalanya yang tidak spesifik dan sering menyerupai penyakit lain.

"Masyarakat perlu mewaspadai beberapa gejala. Weperti munculnya benjolan di area kelenjar getah bening, yang dapat disertai dengan gejala sistemik yang kita sebut sebagai B symptoms yang meliputi demam lebih dar 38 derajat celcius tanpa penyebab yang jelas, keringat berlebihan di malam hari, serta penurunan bobot badan lebih dari 10% dalam enam bulan berturut-turut tanpa disertai diet dan penyakit lain," papar Andhika, Kamis (26/9).

Apabila mengalami gejala seperti itu, segera temui dokter untuk mendapatkan pemeriksaan yang menyeluruh. Semakin cepat limfoma hodgkin didiagnosis, semakin besar peluang untuk memulai pengobatan yang tepat, dan semakin tinggi angka kelangsungan hidup pasien.

Baca Juga: Meski Bisa Melalui Jaminan Kesehatan Nasional, Masyarakat Tetap Mewaspadai Limforma

Saat ini, marak pengobatan herbal dan berbagai pengobatan alternatif yang overclaim dapat mengobati kanker, mengobati benjolan dan lain sebagainya. Padahal, tidak ada pengobatan yang tidak melalui clinical trial atau pengujian klinis. "Untuk itu, masyarakat harus lebih waspada, serta kritis dengan segala bentuk pengobatan herbal dan sejenisnya yang belum terbukti melalui pengujian klinis," lanjut Andhika.

dr. Siti Nadia Tarmizi, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menekanka,n pentingnya kolaborasi multisektoral untuk memperkuat sistem kesehatan Indonesia. "Kami menyadari bahwa pemerintah tidak dapat bekerja sendirian. Kami sangat memerlukan dukungan dari para pemangku kepentingan terkait,” jelas Nadia.

Shinta Caroline, Head of Patient Value Access PT Takeda Indonesia menjelaskan, Takeda meningkatkan tatalaksana limfoma hodgkin di Indonesia melalui penyediaan obat-obatan yang inovatif.

"Kami tidak hanya ingin menjadi penyedia solusi kesehatan yang tepercaya, tetapi juga mitra jangka panjang bagi pemerintah, organisasi pasien, asosiasi medis, sektor swasta, dan masyarakat luas. Fokus utama kami selalu pada kepentingan pasien," ujar Shinta.

Selanjutnya: Bos Bank Raya Beri Sinyal Bakal Rajin Lakukan Buyback

Menarik Dibaca: Jawa Berstatus Waspada Bencana, Ini Peringatan Dini Cuaca Besok (28/9) Hujan Deras

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Ahmad Febrian