Melebihi Jiwasraya, kerugiaan kasus Asabri mencapai Rp 22,78 triliun



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Setelah Jiwasraya, kini negara kembali dirugikan akibat dugaan korupsi pada kasus Asabri. Tak main - main, kerugian negara akibat kasus tersebut mencapai Rp 22,78 triliun, atau lebih tinggi dari korupsi Jiwasraya Rp 16,8 triliun.

Ketua BPK Agung Firman Sampurna menjelaskan bahwa kerugian Asabri lebih besar karena para tersangka melakukan korupsi lebih besar. Apalagi, ada dua tersangka yang juga terlibat pada kasus Jiwasraya maupun Asabri. 

"Memang ada sindikat, waktu di Jiwasraya mereka belum matang betul. Begitu Asabri, dia lebih jagoan jadi lebih banyak dapatnya," kata Agung, di Jakarta, Senin (31/5). 

Selain itu, kerugian negara tersebut juga timbul akibat penyimpangan atau perbuatan melawan hukum dalam pengelolaan keuangan dan investasi Asabri pada tahun 2012 sampai dengan 2019. 

Baca Juga: Jaksa Mengejar Ganti Rugi di Korupsi Asabri dengan Total Kerugian Rp 23,7 Triliun

"Kami menyimpulkan adanya penyimpangan terhadap peraturan perundang - undangan yang dilakukan oleh pihak - pihak terkait dalam pengelolaan investasi saham dan reksadana di Asabri," katanya.

Akibanya, penyimpangan tersebut mengakibatkan kerugian negara karena pengelolaan saham dan reksadana tidak sesuai ketentuan. Bahkan, kerugian tersebut belum bisa tertutupi sampai hari ini. 

BPK telah menyerahkan laporan hasil pemeriksaan investigatif tentang penghitungan kerugian negara tersebut pada 27 Mei 2021. Hal ini sebagai bentuk dukungan lembaga terhadap pemberantasan korupsi yang ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung). 

Selain itu, pemeriksaan ini juga untuk menindaklanjuti permintaan penghitungan kerugian negara yang disampaikan Kejagung kepada BPK pada 15 Januari 2021 lalu. 

“BPK mengucapkan terima kasih kepada Kejaksaan Agung, OJK, Bursa Efek Indonesia, dan Industri Keuangan serta pihak-pihak lain yang telah membantu BPK dalam pelaksanaan pemeriksaan ini,” terangnya. 

Baca Juga: Mengulas kinerja emiten penambang emas pada kuartal I 2021

Editor: Noverius Laoli